JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) tengah mengembangkan alat semacam help pass berbasis big data dan artificial intelligence untuk mempermudah penelusuran atau contact tracing Covid-19.
“Nanti orang-orang kalau bergerak, tidak perlu bagi membawa dokumen atau surat yang menyatakan bahwa dia sudah rapid test atau dia sudah negatif Covid-19,” kata Menristek Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Rabu (23/9/2020).
“Segala sesuatunya tentu akan di-record, dan itu bisa diakses menggunakan HP (ponsel) kita dengan pendekatan artificial intelligence,” tutur dia.
Baca juga: Kemenristek Uji Klinis Plasma Konvalesen, Tingkat Keberhasilan 70 Persen
Bambang mengatakan, saat ini Kemenristek sedang mengupayakan infrastruktur akses data. Sebab, nantinya alat tersebut bisa digunakan menelusuri kegiatan orang.
Selain alat tracing, Kemenristek juga berinovasi untuk mengembangkan pengobatan dalam penanganan Covid-19.
Tak hanya mendorong penelitian vaksin Covid-19, melainkan juga mengembangkan pengobatan melalui terapi plasma konvalesen.
"Untuk treatment, yang sedang kami dorong selain vaksin, yakni kami sudah masuk ke uji klinis yang lebih besar untuk terapi plasma konvalesen," ujar Bambang.
Plasma konvalesen adalah terapi dengan memasukkan plasma darah pasien Covid-19 yang sudah dinyatakan sembuh ke pasien yang masih terjangkit Covid-19.
Tujuannya supaya antibodi dalam darah pendonor dapat membantu pasien Covid-19 sembuh.
"Jadi plasma darah yang diambil dari pasien sembuh, kemudian diukur antibodinya dan berikan kepada pasien yang sakit," ucapnya.
Baca juga: Kemenristek Kembangkan Dua Alat Test untuk Covid-19
Bambang menjelaskan, berdasarkan uji klinis tahap pertama yang dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto, tingkat keberhasilan terapi plasma konvalesen sebesar 70 persen.
Kasus ketidakberhasilan pada umumnya terjadi pada pasien yang kondisinya sangat kritis atau pasien yang memiliki penyakit bawaan.
Namun bagi pasien Covid-19 yang memiliki gejala ringan hingga berat, terapi ini cukup membantu mereka keluar dari kondisi yang lebih berat.
"Artinya, mereka dapat sembuh dengan terapi ini. Saat ini kami sedang melakukan uji klinis yang lebih besar lagi. Tidak lagi hanya di RSPAD saja, tapi sudah di berbagai rumah sakit, di berbagai kota di Indonesia," kata Bambang.
"Kami harapkan treatment ini bisa membantu tentunya mengurangi tingkat kematian yang belakangan ini kelihatan sedikit meningkat," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.