JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi dan pengamat Pendidikan yang tergabung Koalisi Organisasi Pendidikan menolak masuknya sejumlah Undang-Undang (UU) di bidang Pendidikan ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Koalisi Organisasi Pendidikan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Indonesia menarik klaster Pendidikan dari RUU Cipta Kerja.
Pernyataan sikap ini tertuang dalam bentuk surat tertanggal 15 September 2020.
"Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan klaster Pendidikan dan Kebudayaan dari RUU Cipta Kerja," demikian pernyataan sikap Koalisi Organisasi Pendidikan dari keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (23/9/2020).
Baca juga: PGRI Minta Klaster Pendidikan Tak Masuk dalam RUU Cipta Kerja
Aliansi organisasi Pendidikan tersebut terdiri dari Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, LP Ma'arif NU PBNU, dan NU Circle.
Anggota koalisi ini juga terdiri dari Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS), dan Majelis Wali Amanat Universitas Djuanda Bogor.
Selain itu, DPR dan Pemerintah diminta mempertegas kebijakan Pendidikan nasional berlandaskan filosofi kebudayaan Indonesia, sehingga menjauhkan Pendidikan dari praktik komersialisasi dan liberalisasi.
Baca juga: Pembahasan Klaster Pendidikan RUU Cipta Kerja Berlangsung Alot
Koalisi Organisasi Pendidikan juga memberikan setidaknya 12 catatan terhadap RUU Cipta Kerja pada klaster pendidikan.
Catatan tersebut yang menjadi dasar terbitnya pernyataan sikap bersama tersebut.
Berikut 12 catatan dari Koalisi Organisasi Pendidikan tentang RUU Cipta Kerja klaster pendidikan:
1. Dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan, salah satu prinsip yang tidak dapat ditinggalkan adalah tujuan negara sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD Tahun 1945, yang mengamanatkan Negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Baca juga: Baleg Tunda Pembahasan Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja, Dilanjutkan Pekan Depan
2. Untuk mewujudkan tujuan negara, dalam Pasal 31 ayat (3) UUD Tahun 1945 mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Berdasarkan visi negara dan rumusan norma konstitusi, sangat jelas memperlihatkan bahwa tugas mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan tidak boleh menempatkan faktor-faktor determinan lain atas pendidikan. Sebagaimana terlihat dalam RUU Cipta Kerja bahwa ekonomi/bisnis dan dunia usaha menjadi faktor determinan baru dalam pendidikan, dengan memasukkan materi pendidikan dan kebudayaan pada rezim hukum ekonomi.
4. Pengaturan ketentuan Pendidikan dan Kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja masuk dalam BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha menandakan secara paradigmatik menempatkan pendidikan dan kebudayaan masuk rezim investasi dan kegiatan berusaha. Hal ini telah menggeser politik hukum pendidikan menjadi rezim perizinan berusaha melalui penggunaan terminologi izin berusaha pada sektor pendidikan, yang sesungguhnya tidak berorientasi laba.
Baca juga: Ketua Komisi X Minta Baleg Cabut Klaster Pendidikan dari RUU Cipta Kerja
5. Pengaturan pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja akan berimplikasi hilangnya nilai, karakteristik, pendidikan yang berbasis kebudayaan serta telah menegasikan peran kebudayaan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal itu sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang memerintahkan negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
6. Berbagai pengaturan dalam RUU Cipta Kerja akan meliberalisasi dan mengkapitalisasi pendidikan pada jenjang Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi dengan menghilangkan sejumlah syarat dan standar bagi lembaga pendidikan asing yang akan menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Peran penyelenggaraan pendidikan tinggi keagamaan, oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dihilangkan, sehingga kementerian urusan Agama tidak akan memiliki kewenangan untuk mengontrol pendidikan tinggi keagamaan yang diselenggarakan di Indonesia.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi X Minta Klaster Pendidikan Dicabut dari RUU Cipta Kerja
8. Dihapuskannya standar pendidikan tinggi menjadikan negara kehilangan peran dalam memastikan terselenggaranya mutu pendidikan yang dicitakan, kondisi ini menjadikan pemerintah kehilangan ukuran dalam menilai perkembangan pendidikan tinggi yang pada akhirnya menimbulkan ketidakjelasan politik hukum penyelenggaraan pendidikan tinggi.
9. Dihapuskannya peran pemerintah daerah dalam proses perizinan pembentukan lembaga pendidikan sebagai akibat dari adanya sentralisasi perizinan pada Pemerintah Pusat. Kondisi ini bertentangan dengan spirit desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD Tahun 1945.
10. Sentralisasi perizinan pada Pemerintah Pusat juga turut menegasikan peran daerah dalam menghadirkan pendidikan yang menjunjung tinggi kearifan lokal.
11. Terjadinya perubahan tata kelola Perguruan Tinggi Swasta yang tidak mewajibkan adanya Badan Penyelenggara, berimplikasi pada pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta langsung pada pimpinan Perguruan Tinggi Swasta. Tata kelola Perguruan Tinggi Swasta dikelola sama dengan pengelolaan perseroan terbatas.
Baca juga: Pengamat: Cetak Biru Pendidikan Sebaiknya Masuk Revisi UU Sisdiknas
12. Dihapuskannya sejumlah sanksi administratif dan pidana sebagai akibat dari penyalahgunaan perizinan penyelenggaraan pendidikan, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi oleh sejumlah orang dapat merugikan orang lain.
Untuk diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah tengah melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) yang telah menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas di Tahun 2020.
Sebagai undang-undang yang di bentuk dengan metode Omnibus Law, RUU Cipta Kerja memuat klaster yang sangat luas dengan 11 (sebelas) klaster pembahasan, total 79 undang-undang terdampak, dan terdapat 1.244 Pasal.
Dengan demikian, undang-undang ini dinilai berdampak sangat sistemik dan masif terhadap berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.