Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pemerintah dan DPR Abaikan Suara Publik demi Pilkada...

Kompas.com - 22/09/2020, 11:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penyelenggara pemilu memutuskan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Berbagai desakan publik agar pilkada ditunda dengan pertimbangan kesehatan masyarakat diabaikan.

Keputusan itu diambil saat rapat kerja antara Komisi II DPR dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020). Pemerintah dan Komisi II beralasan, situasi pandemi Covid-19 saat ini masih terkendali.

"Maka, Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada tanggal 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia saat membacakan hasil kesimpulan rapat.

Baca juga: Tok! DPR dan Pemerintah Sepakat Pilkada Tetap Digelar 9 Desember

Merujuk data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, terdapat penambahan 4.176 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam yang dicatat pada Senin kemarin. Penambahan ini merupakan yang tertinggi sejak kasus pertama diumumkan pemerintah pada 2 Maret lalu.

Hingga kini, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 248.852 orang yang tersebar di 494 wilayah kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, 180.797 pasien telah dinyatakan sembuh, sedangkan 9.677 orang meninggal dunia.

Di DKI Jakarta, para petugas medis mengaku cukup kewalahan menangani para pasien Covid-19.

Kepala Bidang Koordinator Relawan Medis Satgas Penanganan Covid-19 Jossep William mengatakan, dalam sepekan terakhir para tenaga medis dan relawan yang berada di lapangan memang cukup sibuk dalam menangani para pasien.

Baca juga: Rekor Kasus Harian Covid-19, Satgas Umumkan Kewalahan, dan Harapan Perbaikan dari Pemerintah

Bahkan, Satgas terpaksa memberlakukan sistem antrean agar pasien yang dibawa ambulans bisa sampai ke Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.

Revisi PKPU

Di sisi lain, Doli meminta, agar pelaksanaan pilkada serentak menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan konsekuen. Para pelaku pelanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19 harus mendapatkan sanksi tegas.

Untuk itu, ia meminta, agar KPU merevisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19.

Baca juga: Pilkada Tetap Digelar 9 Desember, KPU Diminta Revisi PKPU Pilkada

Revisi PKPU, sebut dia, harus mengatur secara spesifik soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring.

Selain itu, mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun, dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.

Hal senada pun turut disampaikan oleh Mendagri Tito Karnavian. Menurut dia, aturan terperinci soal pelanggaran penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di dalam seluruh tahapan pilkada harus diatur di dalam PKPU.

"Kami sarankan ada revisi PKPU mengenai untuk menghindari potensi kerumunan osial yang tidak menjaga jarak," ucap Tito.

Baca juga: Alasan Pilkada 2020 Harus Ditunda Menurut PP Muhammadiyah

Desakan penundaan

Sebelumnya, sejumlah pihak mendesak agar pemerintah menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, mengingat kondisi pandemi yang dinilai kian mengkhawatirkan.

Salah satu permintaan itu datang dari Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang menilai bahwa tahapan pilkada berpotensi memicu kerumunan massa, sehingga rentan terjadinya penyebaran virus corona.

Baca juga: PBNU Minta Pilkada 2020 Ditunda

Istana sempat berdalih akan mempertimbangkan masukan dari PBNU dan Muhammadiyah dalam mengambil sikap terkait penyelenggaraan pilkada. Meskipun pada akhirnya pilkada tetap diselenggarakan.

Sementara itu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat, tujuan diselenggarakannya pilkada adalah untuk mencari pemimpin yang dapat membuat kebijakan agar rakyat bisa hidup aman, adil, sejahtera, kesehatan terjaga, dan mengurangi risiko kematian.

"Namun, kalau dalam proses pemilihan pemimpin itu sudah jelas-jelas justru bisa membuat rakyat sakit bahkan bisa buat meninggal, buat apa kita mendesakkan menyelenggarakan pemilihan tersebut," ucap Kalla seperti dikutip dari rubrik Opini harian Kompas, Senin.

Baca juga: Istana: Jokowi Pertimbangkan Masukan PBNU dan Muhammadiyah untuk Tunda Pilkada

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra bahkan berencana untuk tidak memilih alias golput pada saat penyelenggaraan pilkada mendatang.

Sikap ini ditunjukkan Azyumardi sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan bagi masyarakat yang meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona.

Selain itu, ia menambahkan, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi seakan menunjukkan sikap tidak memiliki empati kepada para korban yang telah meninggal dunia. Di samping, potensi timbulnya klaster baru di dalam setiap tahapan pilkada.

Baca juga: Jusuf Kalla: Jika Pilkada Membuat Rakyat Sakit, untuk Apa Disegerakan?

"Karena jika Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember, sementara pemerintah gagal mengendalikan Covid-19, maka ini secara implisit tidak memiliki empati kepada mereka yang telah jadi korban wabah dan bahkan membuka pintu lebar-lebar bagi penyebaran Covid-19 lewat klaster pilkada," kata dia saat dikonfirmasi Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com