"Kami sarankan ada revisi PKPU mengenai untuk menghindari potensi kerumunan osial yang tidak menjaga jarak," ucap Tito.
Baca juga: Alasan Pilkada 2020 Harus Ditunda Menurut PP Muhammadiyah
Desakan penundaan
Sebelumnya, sejumlah pihak mendesak agar pemerintah menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, mengingat kondisi pandemi yang dinilai kian mengkhawatirkan.
Salah satu permintaan itu datang dari Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang menilai bahwa tahapan pilkada berpotensi memicu kerumunan massa, sehingga rentan terjadinya penyebaran virus corona.
Baca juga: PBNU Minta Pilkada 2020 Ditunda
Istana sempat berdalih akan mempertimbangkan masukan dari PBNU dan Muhammadiyah dalam mengambil sikap terkait penyelenggaraan pilkada. Meskipun pada akhirnya pilkada tetap diselenggarakan.
Sementara itu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat, tujuan diselenggarakannya pilkada adalah untuk mencari pemimpin yang dapat membuat kebijakan agar rakyat bisa hidup aman, adil, sejahtera, kesehatan terjaga, dan mengurangi risiko kematian.
"Namun, kalau dalam proses pemilihan pemimpin itu sudah jelas-jelas justru bisa membuat rakyat sakit bahkan bisa buat meninggal, buat apa kita mendesakkan menyelenggarakan pemilihan tersebut," ucap Kalla seperti dikutip dari rubrik Opini harian Kompas, Senin.
Baca juga: Istana: Jokowi Pertimbangkan Masukan PBNU dan Muhammadiyah untuk Tunda Pilkada
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra bahkan berencana untuk tidak memilih alias golput pada saat penyelenggaraan pilkada mendatang.
Sikap ini ditunjukkan Azyumardi sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan bagi masyarakat yang meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona.
Selain itu, ia menambahkan, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi seakan menunjukkan sikap tidak memiliki empati kepada para korban yang telah meninggal dunia. Di samping, potensi timbulnya klaster baru di dalam setiap tahapan pilkada.
Baca juga: Jusuf Kalla: Jika Pilkada Membuat Rakyat Sakit, untuk Apa Disegerakan?
"Karena jika Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember, sementara pemerintah gagal mengendalikan Covid-19, maka ini secara implisit tidak memiliki empati kepada mereka yang telah jadi korban wabah dan bahkan membuka pintu lebar-lebar bagi penyebaran Covid-19 lewat klaster pilkada," kata dia saat dikonfirmasi Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.