JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli merasa khawatir calon-calon pemimpin terbaik bangsa tak bisa mencalonkan diri pada pemilu karena terganjal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen.
Menurut Rizal, keberadaan presidential threshold menjadi upeti bagi partai politik karena calon pemimpin diharuskan membayar "uang sewa" partai untuk dapat mencalonkan diri.
Hal ini Rizal sampaikan dalam sidang perdana uji materi ketentuan presidential threshold Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (21/9/2020).
"Yang terbaik bagi bangsa kita sulit untuk jadi bupati, jadi gubernur, atau presiden karena memang mereka tidak punya uang untuk menyewa partai-partai ini," kata Rizal dalam persidangan yang disiarkan YouTube MK RI.
"Partai-partai ini mendapatkan upeti karena ada aturan threshold harus 20 persen. Biasanya itu dua atau tiga partai yang menetapkan tarifnya dan akhirnya mereka-mereka inilah yang masuk ke dalam sistem," tutur dia.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Perludem soal Parliamentary Threshold di UU Pemilu
Menurut dia, upeti yang dibayarkan calon ke partai berbeda-beda angkanya, tergantung pilkada yang diikuti.
Calon bupati lebih kecil membayar upeti dibanding calon gubernur, apalagi calon presiden.
Ia mengatakan, upeti yang disetorkan ke partai miliaran rupiah. Angkanya minimal Rp 20 miliar hingga ratusan miliar rupiah.
Oleh karena itu, kata dia, banyak calon yang kemudian mencari "bandar" untuk dapat membiayai pencalonan mereka pada pemilu.
"Kebanyakan tentu dari calon-calon ini tidak punya uang sehingga yang terjadi adalah begitu mereka terpilih, mereka lupa dengan tanggung jawabnya kepada rakyat dan bangsa atau konstituennya, malah sibuk mengabdi kepada bandar-bandar yang membiayainya," ujar Rizal.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan