JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa menilai, jika terjadi penundaan pemilihan kepala daerah ( pilkada) akibat memburuknya situasi pandemi Covid-19 bukanlah sebuah bentuk kegagalan demokrasi.
Menurut dia, penundaan adalah antisipasi agar pilkada tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
“Yang mau saya katakan adalah ketika misalnya situasinya (pandemi Covid-19) belum membaik, bahkan angkanya cenderung meningkat, kalau nanti memutuskan untuk menunda itu bukan berarti KPU gagal, Bawaslu gagal, pemerintah gagal dalam kita berdemokrasi,” kata Khoirunnisa dalam diskusi bertajuk ‘ Pilkada tanpa Pengumpulan Massa, Mungkinkah?’, Jumat (18/9/2020).
“Justru masyarakat pasti akan menilainya pemerintah itu tanggap melihat situasi gitu ya, cepat melihat situasi,” lanjut dia.
Baca juga: Pandemi Memburuk, Perludem Nilai Pilkada 2020 Masih Bisa Ditunda
Khoirunnisa mengingatkan bahwa usul penundaan pilkada sudah digaungkan kelompok masyarakat sipil sejak awal pandemi.
Saat itu, tahapan pilkada sudah dimulai. Kelompok masyarakat sipil mengusulkan pilkada ditunda hingga tahun 2021.
"Bukan dengan keyakinan Covid-19 nya sudah selesai. Karena kita juga tidak tahu ini Covid kapan selesainya. Vaksin juga belum ketemu. Tapi setidaknya kalau kita punya waktu lebih panjang ya persiapannya juga cukup," kata dia.
Baca juga: Perludem: Fenomena Bakal Calon Tunggal Jadi Strategi Menangkan Pilkada
Khoirunnisa berpendapat bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih mungkin menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020 apabila situasi pandemi Covid-19 belum membaik.
"Kalau pertanyaannya apakah memungkinkan ditunda? Jawabannya ya bisa," ujar Khoirunnisa.
Ia menyebut, penundaan pilkada akibat pandemi teruang di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan