JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan penyelenggara pemilu hingga saat ini masih berkukuh melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 pada 9 Desember mendatang.
Padahal sejumlah pihak telah mengusulkan agar pilkada kembali ditunda demi mencegah penularan Covid-19 yang lebih luas. Apalagi, setelah banyaknya pelanggaran protokol Covid-19 saat hari pendaftaran bakal pasangan calon pada 4 sampai 6 September lalu.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pada hari pendaftaran itu merupakan tanggung jawab pemerintah, DPR, dan KPU.
Baca juga: Jika Protokol Kesehatan Kerap Dilanggar, Perludem Usul Pilkada Ditunda
Ia menuturkan, jika ketiga pihak tak bisa menjamin penerapan protokol Covid-19, maka sudah selayaknya pilkada ditunda.
"Jika pemerintah, KPU, dan DPR tidak dapat memastikan protokol kesehatan akan dipenuhi secara ketat, kami mendesak agar tahapan Pilkada 2020 ditunda terlebih dahulu sehingga pelaksanaan pilkada tidak menjadi titik baru penyebaran Covid-19," kata Fadli, Senin (7/9/2020).
Namun, pemerintah dan penyelenggara pemilu bergeming. Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, hingga saat ini belum ada opsi untuk menunda kembali Pilkada 2020.
KPU tetap akan melaksanakan pilkada sesuai jadwal sebagaimana telah ditetapkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2020.
"Tahapan tetap dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Raka Sandi dalam sebuah diskusi daring, Selasa (15/9/2020).
Baca juga: KPU Tegaskan Belum Ada Rencana Kembali Tunda Pilkada 2020
Sejak jauh-jauh hari pun pemerintah telah mengungkapkan keenggannya untuk menunda pilkada.
Dalam sebuah diskusi daring pada Mei lalu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan pemerintah tak ingin pemerintahan daerah terlalu lama diisi oleh pelaksana tugas (Plt) yang menggantikan kepala daerah yang habis masa tugasnya.
"Tentunya kita akan membuat pemerintahan kita diisi oleh Plt terus, diisi oleh Pj (penjabat), dan kami pemerintah memahami itu tidaklah elok," kata Akmal.
Bawaslu jamin tak ada kerumunan massa
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menegaskan bahwa pihaknya akan memastikan penerapan protokol pencegahan Covid-19 dalam Pilkada 2020.
Berdasarkan rapat koordinasi Bawaslu dengan kepolisian, polisi membubarkan kerumunan massa pada tahapan pilkada sebagaimana membubarkan unjuk rasa.
"Kami tadi sudah bicara dengan kepolisian, maka polanya akan mengikuti pola pembubaran unjuk rasa," kata Bagja dalam diskusi daring, Kamis (17/9/2020).
Baca juga: Bawaslu: Kerumunan di Pilkada Akan Dibubarkan seperti Pembubaran Unjuk Rasa
Bagja menjelaskan, polisi akan membubarkan massa mulai dari titik kumpul yang terpisah-pisah di beberapa tempat.
Menurut dia, pembubaran oleh polisi bisa dilakukan atas rekomendasi Bawaslu atau temuan polisi sendiri.
Bagja menyebut, kesepakatan ini diputuskan dalam rapat kerja dengan kepolisian, kejaksaan, TNI, DKPP, Kementerian Dalam Negeri, dan Satgas Covid-19 yang digelar pada Kamis pagi.
Rapat kerja tersebut sekaligus membahas antisipasi pengerahan massa saat penetapan pasangan calon Pilkada 2020 pada 23 September.
"Yang disayangkan KPU tidak hadir dalam rapat ini karena seharusnya bisa masuk dalam PKPU, bisa revisi PKPU untuk melakukan penindakan pada paslon," tuturnya.
UU memungkinan penundaan pilkada
Komnas HAM mendesak agar pemerintah menunda pilkada. Ketua Tim Pemantauan Pemilu Daerah Komnas HAM Tahun 2020 Hairansyah menilai, regulasi yang telah disusun pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan Pilkada 2020 tidak mampu mencegah pelanggaran protokol Covid-19.
Sementara, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota memungkinkan pilkada ditunda hingga pandemi berakhir.
Pada Pasal 201A ayat (3), disebutkan bahwa jika pemungutan suara serentak tidak dapat dilaksanakan pada Desember 2020, maka pemugutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam (Covid-19) berakhir.
Baca juga: Komnas HAM Minta Pilkada 2020 Ditunda karena Covid-19 Belum Terkendali
"Perppu Nomor 2/2020 yang jadi UU Nomor 6/2020 itu mensyaratkan mempertimbangkan penundaan karena pandemi dan bisa dilanjutkan kalau ini sudah berakhir. Jadi ada syarat undang-undang yang terpenuhi untuk dilakukan penundaan," kata Hairansyah, Kamis (17/9/2020).
Selain itu, ada juga ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur bahwa pemilu di suatu wilayah dapat ditunda jika terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan atau gangguan lainnya.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 120-121 UU tersebut, dapat diselenggarakan pemilu susulan atau pemilu lanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.