JAKARTA, KOMPAS.com - Polri mengatakan, pengamanan swakarsa yang diatur Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa bukan lah hal baru.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono menuturkan, bentuk pengamanan swakarsa seperti tercantum dalam peraturan itu sudah ada saat ini.
“Sebenarnya ini bukan hal baru karena apa, satpam, satuan keamanan lingkungan, misalnya pecalang itu sudah ada, makanya ini dikukuhkan di dalam Peraturan Kepolisian Nomor 4 tahun 2020,” kata Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2020).
Baca juga: Kapolda Metro: Jumlah Satpam dan Pam Swakarsa Lebih Banyak dari Polisi
Dalam Pasal 3 ayat (2) disebutkan bahwa pengamanan swakarsa terdiri dari satuan pengamanan (satpam) dan satuan keamanan lingkungan (satkamling).
Selain itu, pengamanan swakarsa juga dapat berasal dari kearifan lokal atau pranata sosial.
Misalnya, pecalang di Bali, kelompok sadar keamanan dan ketertiban masyarakat, serta siswa dan mahasiswa Bhayangkara.
Ia mengatakan, Polri bertugas membina para anggota yang termasuk pengamanan swakarsa.
“Kita lakukan pembinaan biar tugas-tugas kepolisian secara terbatas jelas. Ada batas-batasnya, dia tidak boleh represif,” tuturnya.
“Kan memang tujuannya mereka mendirikan pam swakarsa atas kesadarannya sendiri ingin lingkungannya aman, tertib dari gangguan keamanan, makanya mereka ada,” sambung dia.
Menurut Awi, fokus pada peraturan tersebut terletak pada perubahan seragam pada satpam.
Awi pun menegaskan bahwa pengamanan swakarsa pada saat ini tidak ada hubungannya dengan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa atau Pam Swakarsa pada 1998.
Adapun Pam Swakarsa pada periode sebelumnya merupakan kelompok sipil bersenjata yang dibentuk untuk membendung aksi mahasiswa sekaligus mendukung Sidang Istimewa MPR (SI MPR) tahun 1998.
“Pada intinya kan saya bilang tadi bahwa ini mengukuhkan apa yang sudah ada, cuma pergantian pakaian satpam saja dari warna biru menjadi coklat. Yang biru dipakai satkamling,” ucap dia.
“Tidak ada kita kok ditarik lagi ke 98, tidak ada, selama ini kan juga kondusif toh,” lanjut Awi.
Ia mengungkapkan, aturan tersebut diterbitkan dengan pertimbangan terbatasnya anggota kepolisian dibandingkan jumlah masyarakat.