Serta, perjanjian batas ZEE Indonesia dan Filipina yang sudah disepakati bersama dan sudah diratifikasi. Di sisi lain, keputusan tersebut memicu kritik dari Beijing.
Baca juga: 100 Hari Jokowi: Polemik Natuna
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menganggap pergantian penyebutan nama itu tak masuk akal.
"Dan tidak sesuai dengan upaya standarisasi mengenai penyebutan wilayah internasional," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang.
Saat ini, Indonesia tetap menyebut laut China Selatan yang berada di wilayah NKRI sebagai Laut Natuna Utara. Tetapi, nama tersebut belum disahkan di International Hydrographic Organization (IHO).
Klaim atas nine dash line
Berbagai upaya penegasan pemerintah terhadap Laut Natuna Utara ternyata tak menyurutkan niat kapal-kapal China kembali memasuki wilayah yurisdiksi Indonesia.
Pada 19 Desember 2019, sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Laut Natuna Utara.
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, konflik antara Indonesia dengan China soal perbatasan wilayah tidak akan pernah usai.
Hal ini disebabkan oleh sembilan garis putus-putus atau nine-dash line yang menjadi dasar klaim China di Laut China Selatan, tetapi tidak pernah diakui Indonesia.
"Bahwa masalah kita dengan China ini tidak akan selesai. Tidak akan pernah selesai sampai akhir zaman. Karena apa? Kita tidak mengakui klaimnya, dia juga tidak mengakui klaim kita," kata Hikmahanto dalam pemberitaan Kompas.com, Kamis (9/1/2020).
Baca juga: Coast Guard China Masuki Perairan Natuna, TNI: Nelayan Tak Perlu Takut Melaut
Menurut dia, salah satu solusi masalah ini adalah mentransformasikan Bakamla sebagai coast guard RI.
"Nah, yang harusnya ada di sini itu coast guard. Apakah Bakamla ditransformasikan jadi coast guard, saya serahkan ke pemerintah," ujarnya.
Hikmahanto menyatakan, pemerintah harus konsisten hadir di wilayah ZEE Indonesia. Ia mengatakan, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan alutsista TNI.
"Sekarang harus berpikir tidak hanya TNI yang harus diperkuat alutsistanya, karena itu di 12 mil kedaulatan di laut. Tetapi harus berpikir tentang patroli laut, itu penting sekali. Itu juga yang harus dipikirkan, selama ini mungkin masih belum Kita fokus ke sana," jelas Hikmahanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.