Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPU: Pendidikan Politik Anak Harus Diperhatikan

Kompas.com - 11/09/2020, 11:46 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, pendidikan politik bagi anak harus diperhatikan, meskipun mereka belum menginjak usia 17 tahun.

Usia 17 tahun merupakan tanda bagi seorang warga negara Indonesia bisa menggunakan hak pilihnya.

"Anak, kalau mereka belum jadi pemilih, belum usia 17 tahun, sampai batas sebelum usia 17 tahun kita tidak boleh tidak memperhatikan pendidikan politik bagi mereka," ujar Arief dalam penandatanganan Surat Edaran Bersama tentang Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 yang Ramah Anak, Jumat (11/9/2020)..

Baca juga: Komisioner KPU Positif Covid-19 dan Kekhawatiran Klaster Pilkada yang Kian Menguat

Arief mengatakan, anak memang dilarang mengikuti sejumlah tahapan dalam pemilihan umum, seperti kampanye.

Akan tetapi, menurut dia, pendidikan politik tentang seluk-beluk tetap diperlukan.

"Jadi dilarang melibatkan mereka (anak) dalam kegiatan kampanye bukan berarti tidak memberikan pendidikan politik khususnya kepemiluan kepada mereka," ujar Arief.

Dalam rangka melakukan pendidikan politik kepada anak tersebut, kata dia, KPU membuat program bertajuk Rumah Pintar Pemilu di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota yang dibuat di lokasi-lokasi wisata.

Antara lain, di Yogyakarta sudah dibangun Taman Pintar yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan didukung beberapa pihak lainnya.

Baca juga: Komisi II Minta Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP Rumuskan Sanksi Hukum untuk Tahapan Pilkada 2020

Selain itu, dibangun pula di Jatim Park, Kota Batu, Malang, Jawa Timur.

"Itu yang berkunjung banyak anak-anak. Pendidikan politik pengetahuan tentang kepemiluan diberikan di sana," ucap Arief.

"Ini yang dilakukan KPU karena kami menyadari betul kita harus melatih, mendidik, memberi pengetahuan kepada mereka tentang pemilu," kata dia.

Menurut Arief, jika berhasil memberikan pendidikan politik bagi anak-anak, maka pemilu berikutnya anak-anak yang sudah bisa menggunakan hak pilihnya akan mengikutinya dengan baik.

Baca juga: Komisioner KPU Positif Covid-19, Dikhawatirkan Jadi Fenomena Gunung Es

Namun jika gagal memberikan pendidikan politik tersebut, kata dia, maka bisa saja lima tahun berikutnya partisipasi anak muda akan menurun.

"Kalau mereka takut terlibat kepemiluan, tidak mau berpartispasi itu sebetulnya ancaman besar bagi demokrasi kita," tutur Arief.

"Itulah kenapa, KPU dalam tahapan yang dilakukan bukan hanya fokus melayani pemilih tapi juga edukasi pemilih pemula," kata dia.

Adapun SEB tentang pilkada yang ramah anak itu ditandatangani oleh KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementerian Pemberdayaan Manusia dan Perlindungan Anak (PPPA).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com