JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, pendidikan politik bagi anak harus diperhatikan, meskipun mereka belum menginjak usia 17 tahun.
Usia 17 tahun merupakan tanda bagi seorang warga negara Indonesia bisa menggunakan hak pilihnya.
"Anak, kalau mereka belum jadi pemilih, belum usia 17 tahun, sampai batas sebelum usia 17 tahun kita tidak boleh tidak memperhatikan pendidikan politik bagi mereka," ujar Arief dalam penandatanganan Surat Edaran Bersama tentang Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 yang Ramah Anak, Jumat (11/9/2020)..
Baca juga: Komisioner KPU Positif Covid-19 dan Kekhawatiran Klaster Pilkada yang Kian Menguat
Arief mengatakan, anak memang dilarang mengikuti sejumlah tahapan dalam pemilihan umum, seperti kampanye.
Akan tetapi, menurut dia, pendidikan politik tentang seluk-beluk tetap diperlukan.
"Jadi dilarang melibatkan mereka (anak) dalam kegiatan kampanye bukan berarti tidak memberikan pendidikan politik khususnya kepemiluan kepada mereka," ujar Arief.
Dalam rangka melakukan pendidikan politik kepada anak tersebut, kata dia, KPU membuat program bertajuk Rumah Pintar Pemilu di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota yang dibuat di lokasi-lokasi wisata.
Antara lain, di Yogyakarta sudah dibangun Taman Pintar yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan didukung beberapa pihak lainnya.
Baca juga: Komisi II Minta Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP Rumuskan Sanksi Hukum untuk Tahapan Pilkada 2020
Selain itu, dibangun pula di Jatim Park, Kota Batu, Malang, Jawa Timur.
"Itu yang berkunjung banyak anak-anak. Pendidikan politik pengetahuan tentang kepemiluan diberikan di sana," ucap Arief.
"Ini yang dilakukan KPU karena kami menyadari betul kita harus melatih, mendidik, memberi pengetahuan kepada mereka tentang pemilu," kata dia.
Menurut Arief, jika berhasil memberikan pendidikan politik bagi anak-anak, maka pemilu berikutnya anak-anak yang sudah bisa menggunakan hak pilihnya akan mengikutinya dengan baik.
Baca juga: Komisioner KPU Positif Covid-19, Dikhawatirkan Jadi Fenomena Gunung Es
Namun jika gagal memberikan pendidikan politik tersebut, kata dia, maka bisa saja lima tahun berikutnya partisipasi anak muda akan menurun.
"Kalau mereka takut terlibat kepemiluan, tidak mau berpartispasi itu sebetulnya ancaman besar bagi demokrasi kita," tutur Arief.
"Itulah kenapa, KPU dalam tahapan yang dilakukan bukan hanya fokus melayani pemilih tapi juga edukasi pemilih pemula," kata dia.
Adapun SEB tentang pilkada yang ramah anak itu ditandatangani oleh KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementerian Pemberdayaan Manusia dan Perlindungan Anak (PPPA).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.