JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat untuk memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota menuai respons beragam dari sejumlah unsur di pemerintah pusat.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merespons positif dan mendukung langkah Anies untuk kembali menerapkan PSBB selayaknya awal pandemi.
Namun, para menteri di bidang ekonomi justru memberi respons negatif atas langkah itu.
Baca juga: UPDATE: Rekor Kasus Covid-19, Pusat dan Daerah Harus Koordinasi Tangani Pandemi
Di tengah kasus Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan, pemerintah pusat belum satu suara.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, PSBB total di DKI Jakarta memang harus dilakukan menyusul terus naiknya kasus positif Covid-19 di Ibu Kota.
PSBB transisi yang diberlakukan dengan sejumlah pelonggaran terbukti tidak mampu menekan penyebaran virus.
Baca juga: DKI Terapkan PSBB Total, Satgas Covid-19: Mundur Selangkah Lebih Baik
Wiku menjelaskan, pada masa awal penerapan PSBB di DKI, yakni 10 April hingga 4 Juni 2020, kasus Covid-19 relatif stabil dan terkendali.
Namun, setelah memasuki PSBB transisi dari 5 Juni hingga 10 September, kasus Covid-19 cenderung terus meningkat sampai menembus lebih dari 1.000 per hari.
Apalagi, pemeriksaan spesimen terus ditambah. Hal ini membuat deteksi kasus Covid-19 semakin meningkat.
Hingga Kamis kemarin, kasus akumulasi Covid-19 di DKI Jakarta mencapai 50.671 orang.
Dari jumlah tersebut, 38.228 sembuh, 1.351 meninggal dunia, dan 11.092 orang sedang dirawat atau isolasi.
Baca juga: Satgas Covid-19: Kami Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Samakan Persepsi
Menurut Wiku, lonjakan kasus ini tak lain disebabkan sejumlah sektor dan aktivitas ekonomi yang kembali dibuka saat PSBB transisi.
"Oleh karena itu, perlu pengetatan kembali," kata dia.
Wiku menambahkan, apa yang dilakukan DKI Jakarta ini sudah sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.