JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu BIntang Puspayoga mengatakan, munculnya kekerasan seksual di masyarakat sering dianggap sebagai aib.
Setelah dianggap aib, kata Bintang Puspayoga, maka keluarga dan orang-orang terdekat pun malah ikut menutup-nutupinya.
"Sehingga orang-orang terdekat korban malah mendukung agar menutup-nutupi kekerasan yang dialami," kata Bintang dalam acara dialog RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan tokoh agama dan organisasi keagamaan secara daring, Selasa (8/9/2020).
Baca juga: Desak RUU PKS Segera Disahkan, Menteri PPPA: Untuk Isi Kekosongan Hukum
Adanya anggapan tersebut, kata dia, membuat korban kekerasan seksual tidak bisa mendapatkan haknya untuk mendapat perlindungan dan penanganan.
Bintang mengatakan, melalui Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), hak-hak korban yang mengalami hal seperti itu harus diatur dengan baik.
"Hak korban untuk mendapat penanganan hingga rehabilitasi baik secara fisik maupun psikis harus diatur secara khusus," ujar Bintang.
Terlebih lagi, kata Bintang, apabila korban dari kekerasan seksual tersebut adalah anak-anak atau penyandang disabilitas.
Menurut Bintang, kehadiran RUU PKS tersebut dibutuhkan sebagai sistem pencegahan kekerasan seksual yang komprehensif.
Baca juga: Pencabutan RUU PKS dari Prolegnas 2020 Dinilai sebagai Langkah Mundur
Sebab, di dalamnya mengatur tentang pencegahan kekerasan seksual di berbagai bidang, di antaranya pendidkan, pelayanan publik, tata ruang, pemerintahan dan tata kelola kelembagaan, serta ekonomi dan sosial budaya.
"Kemudian perlu adanya pengaturan berperspektif korban karena korban kekerasan seksual rentan mengalami stigmatisasi sosial yang menyebabkan dirinya mengalami diskriminasi ganda bidang berlapis," ucap dia.
Bintang menyayangkan RUU PKS belum disahkan hingga saat ini.
Padahal, penyusunan RUU PKS yang digagas pada 2017 tersebut diharapkan bisa disahkan pada akhir tahun 2019. Jika tidak, maka RUU PKS diharapkan bisa di-carry over (pengalihan pembahasan) ke tahun 2020.
Baca juga: Strategi Baru dan Perlunya Dukungan Jokowi Terkait Pengesahan RUU PKS
Namun hal tersebut tidak terjadi, karena tanggal 2 Juli 2020 dalam rapat kerja badan legilslatif (Baleg) DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI, diputuskan bahwa RUU PKS ditarik dari program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
"Hal ini jadi keprihatinan bagi kita mengingat urgensi RUU ini sangat besar karena kekerasan seksual tidak hanya memberikan dampak pada korban saja tapi juga pada kehidupan masyarakat," kata dia.
Ditambah lagi, kata dia, data berbagai sumber mengatakan bahwa kekerasan seksual hingga saat ini masih banyak terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.