JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyebut, pemerintah, KPU dan DPR harus bertanggung jawab atas kerumunan massa yang terjadi saat pendaftaran peserta Pilkada 2020, 4-6 September kemarin.
Seharusnya, sebagai pemangku kebijakan, ketiganya menjamin penerapan protokol kesehatan Covid-19 di seluruh tahapan Pilkada.
Jika hal itu tak bisa dipenuhi, Perludem mendesak agar Pilkada kembali ditunda.
"Jika pemerintah, KPU, dan DPR tidak dapat memastikan protokol kesehatan akan dipenuhi secara ketat, kami mendesak agar tahapan Pilkada 2020 ditunda terlebih dahulu sehingga pelaksanaan pilkada tidak menjadi titik baru penyebaran Covid-19," kata Fadli kepada Kompas.com, Senin (7/9/2020).
Baca juga: Pemerintah Diminta Tunda Pilkada 2020, jika...
Fadli pun menilai, para pemangku kebijakan saling lempar tanggung jawab atas kerumunan massa yang terjadi selama masa pendaftaran Pilkada 2020.
Baik KPU, Bawaslu, Kementerian Dalam Negeri maupun Komisi II DPR RI sama-sama mengaku punya kewenangan terbatas dalam menindak hal tersebut.
Padahal, kesepakatan untuk melanjutkan tahapan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 diambil oleh lembaga-lembaga tersebut.
"Kesepakatan Pilkada di tengah pandemi ini kan dilakukan antara pemerintah, DPR dan KPU. Harusnya mereka ambil tanggung jawabnya untuk memastikan Pilkada dilaksanakan dengan protokol kesehatan," ujar Fadli.
"Jangan ketika kondisi seperti ini, semuanya merasa kewenangannya terbatas," lanjutnya.
Fadli menyebut, sejak awal, pihaknya telah mengingatkan bahwa Pilkada di tengah pandemi Covid-19 berbahaya dan berisiko bagi keselamatan warga negara.
Oleh karenanya, kerangka hukum untuk melanjutkan Pilkada saja sebenenarnya tidak cukup.
Harus ada aturan dan sanksi tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan di seluruh tahapan Pilkada, termasuk tahap pendaftaran calon.
Jika regulasinya kurang, seharusnya para pemangku kebijakan dapat melengkapinya sejak awal.
Sehingga, yang terjadi tidak seperti saat ini, banyak terjadi pelanggaran namun komitmen penegakkan protokol kesehatan Pilkada nampak hilang.
"Mereka terlalu percaya diri melaksanakan Pilkada, ya ini salah satu akibatnya," ujar Fadli.
Menurut Fadli, idelanya saat ini pemerintah bersama KPU dan DPR duduk bersama untuk mengevaluasi gelaran Pilkada di tengah pandemi.
Jika Pilkada tetap hendak dilanjutkan, maka harus ada regulasi yang tegas mengenai penerapan protokol kesehatan selama tahapan pemilihan, termasuk sanksi ke peserta yang melanggar.
"Bahkan nanti bisa saja diatur, bagi paslon, tim kampanye, relawan, pendukung yang tidak patuh, coret dari pencalonan," usul Fadli.
Keselamatan warga negara selama tahapan Pilkada, lanjut Fadli, harus jadi prioritas utama.
Sebelumnya diberitakan, ada 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan bakal calon kepala daerah selama 2 hari pendaftaran Pilkada.
Data itu dihimpun oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Sabtu (5/9/2020). Data masih mungkin bertambah lantaran Bawaslu tengah menghimpun dugaan pelanggaran di masa pendaftaran hari ke-3.
Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang berlaku selama masa pendaftaran.
"Hari pertama 141 (dugaan pelanggaran), hari kedua 102," kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020) malam.
Fritz menyebut, para bapaslon diduga melanggar aturan karena umumnya membawa massa saat mendaftar ke KPU. Ada pula bapaslon yang ketika mendaftar tak membawa surat hasil tes PCR atau swab test.
"Termasuk 20 orang yang tidak membawa hasil swab saat pendaftaran," kata Fritz.
Baca juga: Ketua MPR: Tak Perlu Unjuk Kekuatan dengan Mobilisasi Massa Saat Pilkada
Setelah pendaftaran ditutup, tahapan Pilkada 2020 akan dilanjutkan dengan penetapan paslon pada 23 September.
Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan digelar serentak pada 9 Desember.
Adapun Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.