JAKARTA, KOMPAS.com – Pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia memaksa aktivitas belajar mengajar tatap muka di sekolah dihentikan.
Tidak ingin penularan Covid-19 semakin merajalela, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk memindahkan ruang belajar ke dunia maya.
Program tersebut bernama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Siswa/i dan mahasiswa memanfaatkan gawai dan jaringan internet untuk mendapatkan materi pembelajaran dari guru di sekolah.
Baca juga: Sekolah Negeri Ini Pinjamkan Gawai ke Siswa dan Beri Kuota untuk PJJ
Lantas, seperti apa perjalanan PJJ selama pandemi yang saat ini sudah memasuki bulan keenam? Berikut rangkuman Kompas.com:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan surat edaran untuk pencegahan virus corona (Covid-19) pada satuan pendidikan, Minggu (9/3/2020).
Surat tersebut ditujukan kepada kepala dinas pendidikan provinsi, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, kepala lembaga layanan pendidikan tinggi, pemimpin perguruan tinggi, dan kepala sekolah di seluruh Indonesia.
Nadiem Makarim mengajak berbagai pihak di dunia pendidikan untuk bergerak bersama menghadapi virus corona yang telah resmi ditetapkan WHO sebagai pandemi global untuk melakukan langkah-langkah mencegah berkembangnya penyebaran Covid-19 di lingkungan satuan pendidikan.
Baca juga: Selain PJJ, Adakah Metode Pembelajaran Lain yang Bisa Diterapkan?
Setidaknya sudah ada dua surat edaran dikeluarkan Kemendikbud terkait virus corona;
Pertama, Surat Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud.
Kedua, Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan.
Kegiatan sekolah pun berlangsung tak seperti tahun-tahun sebelumnya, saat situasi sebelum pandemi virus corona. Namun, berbagai tantangan harus dihadapi demi berlangsungnya pendidikan di negeri ini.
Baca juga: Ketua MPR Minta Kemendikbud dan Kemenkominfo Kerja Sama Pengadaan Gawai untuk PJJ
Permasalahan yang harus dihadapi terutama terkait dengan infrastruktur, seperti listrik dan jaringan internet.
Selain itu, tidak sedikit keluarga yang tidak memiliki gawai sebagai sarana untuk mengikuti PJJ.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) menerima 213 pengaduan pembelajaran jarak jauh (PJJ), selama kurun waktu tiga minggu, terhitung sejak 16 Maret hingga 9 April 2020.
Mayoritas pengaduan terkait dengan beratnya penugasan yang diberikan guru kepada siswa.
"Pengaduan didominasi oleh para siswa sendiri terkait berbagai penugasan guru yang dinilai berat dan menguras energi serta kuota internet," kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti, melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (13/4/2020).
Baca juga: Operator Seluler Gelar Program dan Kuota Khusus untuk Dukung PJJ
Selain itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JJPI) Ubaid Matarji menilai, konsep pembelajaran jarak jauh masih sulit untuk diterapkan saat ini.
Menurut Ubaid, faktor sumber daya manusia maupun teknologi dinilai belum mendukung penerapan pembelajaran jarak jauh.
"Semua tidak siap. Gurunya tidak siap karena tidak punya kompetensi di situ. Anaknya juga terkendala akses dan fasilitas. Sarana jaringan internet juga sangat terbatas. kalau pun ada, jaringannya buruk atau kuota tak terbeli," kata Ubaid saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2020).
Di sisi lain, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Kemendikbud membuat peta kebutuhan anak untuk pembelajaran jarak jauh.
Menurut Huda, hal itu penting dilakukan untuk dapat memahami kebutuhan setiap daerah.
Baca juga: 3,2 Juta Paket Internet Dibagikan Gratis untuk Pelajar Jabar
Sebab, tidak semua daerah bisa dipaksakan menerapkan pembelajaran jarak jauh karena tidak memiliki alat penunjang semisal gawai.
"Peta kebutuhan sebenarnya pelajar kita yang tidak punya HP, lalu tidak bisa beli pulsa ya, hampir tembus 70 juta," kata Huda saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/7/2020).