JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menyatakan, tingkat penularan mutasi virus corona D614G belum terbukti lebih kuat. Hal itu disampaikan Bambang seusai berkomunikasi dengan Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).
"Kami baru saja melakukan komunikasi langsung dengan Presiden GISAID. Mereka melakukan analisis terhadap virus SARS-CoV-2. Dan disampaikan profesor GISAID bahwa tidak ada bukti atau belum ada bukti bahwa virus ini lebih ganas dan berbahaya," kata Bambang saat memberikan keterangan melalui kanal YouTube BNPB, Rabu (2/9/2020).
Baca juga: Menristek: Mutasi Virus Corona D614G Tak Ganggu Pengembangan Vaksin
Bambang mengatakan, mutasi virus corona D614G juga belum terbukti mengakibatkan infeksi yang lebih parah pada pasien Covid-19.
Dengan demikian, pasien Covid-19 yang terinfeksi virus corona biasa dengan virus corona mutasi D614G memiliki tingkat keparahan yang sama.
Ia menuturkan, keberadaan mutasi virus tersebut di Indonesia ditemukan di beberapa kota, seperti Jakarta dan Yogyakarta.
Baca juga: Mutasi Virus Corona Lebih Menular di Indonesia, Apa Pengaruhnya pada Vaksin?
Kendati demikian Bambang menjamin keberadaan mutasi virus tersebut tak mengganggu proses pengembangan vaksin.
"Karena mutasi ini tidak menyebabkan perubahan struktur maupun fungsi dari RBD, Receptor Binding Domain, yang merupakan bagian dari virus spike yang dijadikan target vaksin. Kami minta masyarakat tidak panik berlebihan tapi tetap waspada penuh," lanjut dia.
Sebelumnya diberitakan, strain mutasi virus corona yang diyakini lebih menular dideteksi ada di Indonesia, yaitu D614G.
Temuan ini disampaikan oleh Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio.
"Dapat kami sampaikan saat ini memang sudah diidentifikasi dan sudah dlaporkan," kata Amin dalam konferensi pers virtual, Jumat (28/8/2020) lalu.
Baca juga: Satgas Sebut Mutasi Virus Corona D614G Tak Pengaruhi Tingkat Keparahan Pasien
Wakil Kepala LBM Eijkman Bidang Penelitian Fundamental, Herawati Supolo Sudoyo menyebut bahwa perubahan atau mutasi pada virus SARS-CoV-2 ini menyebabkan virus menjadi lebih menular.
"Strain ini sangat menular (high infectivity)," kata Herawati kepada Kompas.com, Senin (31/8/2020) sore.
Namun, sebagai catatan, transisi ini berbeda di setiap wilayah di dunia, mulai dari Eropa, Amerika Utara, Oceania, hingga Asia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.