Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 6 Bulan Pandemi Covid-19: Kebijakan Pemerintah Beserta Kritiknya...

Kompas.com - 02/09/2020, 07:29 WIB
Tsarina Maharani,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Memasuki bulan keenam pandemi Covid-19 di Tanah Air, penanganan pemerintah masih jauh dari harapan publik.

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ternyata tidak cukup jadi solusi bagi Indonesia menuntaskan pandemi Covid-19 serta dampak-dampak yang mengikutinya.

Hal ini setidaknya terlihat dari perkembangan kasus Covid-19 selama enam bulan ini.

Sejak Maret hingga September, grafik jumlah kasus positif baru terus meningkat tanpa menunjukkan tanda-tanda akan segera melandai.

Baca juga: Pelonggaran Kebijakan Dinilai Berpotensi Tingkatkan Kasus Covid-19

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan, positivity rate Covid-19 Indonesia pada Agustus 2020 merupakan yang paling tinggi sejak April, yaitu sebesar 15,3 persen.

Sementara itu, berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 hingga 1 September 2020, total kumulatif kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 177.571 dengan persentase kematian 4,2 persen dan kesembuhan 72,1 persen.

Di saat bersamaan, kondisi perekenomian nasional di masa pandemi ini pun memburuk. Pada Kuartal II 2020, perekonomian Indonesia minus 5,32 persen. Selangkah lagi menuju resesi ekonomi.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengakui, saat ini Indonesia berada di ambang resesi.

Baca juga: Akurasi Data Dibutuhkan dalam Terapkan Kebijakan Penanggulangan Dampak Covid-19

Berikut catatan Kompas.com tentang kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

1. Perppu Nomor 1/2020 Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Covid-19

Pada Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease dan/ atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Perppu 1/2020 kemudian disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada 13 Mei 2020. Padahal, perppu tersebut ramai dikritik berbagai pihak, bahkan hingga digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri, menyatakan Perppu 1/2020 tidak memiliki pendekatan yang mencirikan kebutuhan spesifik terhadap penanganan Covid-19.

Baca juga: Pemerintah Diminta Bikin Kebijakan untuk Tingkatkan Kepatuhan Protokol Kesehatan

"Dalam Perppu ini, tidak tergambar secara jelas bagaimana public health policy yang diharapkan masyarakat dalam menanggulangi pandemi Covid-19," ujar Mustafa, Selasa (12/5/2020).

Catatan lain yang diberikan terhadap Perppu, di antaranya dianggap meniadakan kehadiran rakyat dalam pembuatan APBN.

Sebab, Pasal 28 Perppu 1/2020 menghilangkan peran DPR dalam perubahan APBN.

Padahal, kata Mustafa, APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang melibatkan partisipasi rakyat di dalamnya yang diwakili DPR.

2. Perpres Nomor 54/2020 Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020

Melengkapi Perppu 1/2020, Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020. Aturan tersebut diteken pada April 2020.

Baca juga: Pelonggaran Kebijakan Dinilai Berpotensi Tingkatkan Kasus Covid-19

Selanjutnya, perubahan kedua Perpres 54/2020 diteken presiden pada Juni 2020, sehingga menjadi Perpres 72/2020.

Melalui perubahan perpres tersebut, pemerintah menambahkan anggaran penanganan Covid-19 dari Rp 677,2 triliun menjadi Rp 695,2 triliun.

Total biaya penanganan Covid-19 tersebut terdiri dari biaya kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, bantuan UMKM Rp 123,46 triliun, pembiaayan korporasi Rp 537,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp 106,11 triliun.

Tidak lama berselang, pemerintah merealokasi anggaran kesehatan dari Rp 87,55 triliun menjadi hanya Rp 72,73 triliun.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan anggaran itu direalokasi untuk pemulihan ekonomi.

Baca juga: Catatan Pakar soal 6 Bulan Covid-19 di Indonesia: Segera Luruskan Kebijakan yang Kontradiktif!

"Tentunya juga diharapkan dilakukan optimalisasi terhadap pemulihan ekonomi, yaitu penyelesaian anggaran tambahan dari Rp 87,55 triliun menjadi Rp 72,73 triliun," kata Airlangga, Rabu (26/8/2020).

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, anggaran penanganan Covid-19 itu tak bisa dibilang sedikit.

Ia pun mengapresiasi keseriusan pemerintah yang menggelontorkan banyak uang untuk penanganan pandemi ini.

Namun, ia menilai pemerintah seolah lebih memprioritaskan penyelamatan ekonomi dibandingkan kesehatan.

"Sebetulnya pemulihan ekonomi nasional ini bagus segera diantisipasi, tapi jangan lupa bahwa penanganan kesehatan juga menjadi sesuatu yang urgen dipikirkan," kata Saleh, Selasa (1/9/2020).

"Karena orang kalau sakit tidak bisa bekerja, tidak bisa berpikir, akan berpengaruh pada produktivitas masyarakat. Ini yang menurut saya penting diperhatikan pemerintah dalam hal budgeting," tambah dia.

3. Komite Penanganan Covid-19 dan PEN

Pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebelas hari setelah dua kasus pertama Covid-19 terkonfirmasi di Indonesia.

Baca juga: Kementerian PUPR Kejar Target Program 1 Juta Rumah untuk Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional

Pembentukan Gugus Tugas itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 yang diteken pada 13 Maret 2020.

Namun, Gugus Tugas kemudian dibubarkan pada tanggal 20 Juli 2020. Presiden menggantikannya dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Satgas tersebut berada di bawah Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Komite dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Sementara itu, Satgas Penanganan Covid-19 sendiri dipimpin Kepala BNPB Doni Monardo di bawah koordinasi Menteri BUMN Erick Thohir selaku Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan PEN.

Bertalian dengan itu, posisi juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 pun digantikan.

Pemerintah sebelumnya menunjuk Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto sebagai juru bicara.

Baca juga: Dukung Pemulihan Ekonomi Nasional, Wapres: Peran BUMD Diperlukan

Peran Yuri kemudian digantikan Wiku Adisasmito sebagai juru bicara Satgas Penanganan Covid-19.

Perubahan struktur Gugus Tugas menjadi Satgas Penanganan Covid-19 ini juga tidak lepas dari kritik.

Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menilai, perubahan ini mengesankan bahwa pemerintah cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi dibandingkan kesehatan dalam penanganan pandemi.

Ia pun mengingatkan pemerintah agar tetap konsisten memutus mata rantai penyebaran Covid-19, salah satunya dengan mempercepat produksi vaksin.

"Maka kita minta pemerintah tidak menganaktirikan upaya memutus mata rantai atau menanggulangi Covid-19 itu sendiri, di samping ekonomi juga penting," kata Yandri, Selasa (21/7/2020).

Evaluasi penanganan Covid-19

Presiden Jokowi mengakui, salah satu pekerjaan rumah (PR) besar pemerintah saat ini yaitu menurunkan angka kematian akibat Covid-19.

Menurut Kepala Negara, angka kematian di Indonesia saat ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian global.

Baca juga: Skenario Pemulihan Ekonomi Akan Berlanjut pada 2021

"Ini kita masih punya PR besar untuk menurunkan lagi, karena angka fatality rate di negara kita masih lebih tinggi daripada fatality rate global. Ini pekerjaan besar kita," kata dia.

Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah melakukan evaluasi. Ia menegaskan pemerintah mesti mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat dalam penanganan pandemi Covid-19.

"Saat ini adalah saat krusial bagi pemerintah untuk bergotong royong bersama DPR RI untuk mengevaluasi. Kalau memang saat ini adalah waktu untuk kita menginjak rem, jangan mempercepat laju dari apa yang menjadi keinginan kita, keselamatan dan kesehatan masyarakat lebih penting dari segala-galanya,” kata Puan, Selasa (1/9/2020).

Selain itu, anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay berharap pemerintah terus bergerak cepat agar pandemi Covid-19 di Indonesia segera menuju "titik akhir".

"Berbagai hal ini harus diramu pemerintah dengan baik, diselesaikan dengan baik sehingga penanganan Covid-19 di Indonesia menjadi lebih baik dan holistik serta bisa benar-benar melepaskan dari bahaya Covid-19. Karena kalau dilihat peningkatan jumlah positif Covid-19 makin tinggi dari hari ke hari. Kita berharap ada batasnya dan dalam waktu dekat bisa selesai," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com