JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, mutasi virus corona D614G yang disebut tingkat penularannya 10 kali lebih kuat, tidak memengaruhi tingkat keparahan pasien Covid-19.
Wiku mengatakan tingkat keparahan kondisi pasien Covid-19 lebih dipengaruhi oleh penyakit penyerta (komorbid).
"Bukti saat ini menunjukkan bahwa virus D614G belum terlalu penting dibandingkan faktor risiko lainnya, seperti usia dan penyakit penyerta," kata Wiku lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (1/9/2020).
Baca juga: Mutasi Virus Corona yang Lebih Menular Ada di Indonesia, Ini Kata Ahli
"Namun perlu kami pastikan bahwa proses penelitian dan investigasi sebaran kasus virus tentunya dilakukan lembaga penelitian bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan," lanjut Wiku.
Ia menambahkan hal tersebut didukung oleh literatur di Inggris. Berdasarkan literatur dan penelitian di negara tersebut, ditemukan 999 pasien Covid-19 yang terinfeksi oleh virus corona mutasi D614G.
Kendati demikian tidak ada perbedaan antara pasien yang terinfeksi dengan mutasi virus D614G dengan pasien yang terinfeksi virua corona biasa.
"Dan pengamatan klinis ini didukung oleh dua studi indepenen dari 175 pasien Covid-19 di Seattle, Amerika, dan juga 88 pasien di Chicago, Illinois, Amerika," lanjut Wiku.
Kelompok Penelitian Virus Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF) menemukan mutasi virus corona D614G juga ada di Indonesia.
Mutasi D614G adalah jenis virus corona yang 10 kali lebih menular dibanding jenis lain.
Baca juga: 6 Fakta Mutasi Virus Corona D614G, Lebih Menular dan Dominan di Dunia
Tim PNF menganalisis seluruh jenis virus corona di Indonesia dari data sekuens genom virus corona yang dimuat di Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).
Mereka menemukan, penyebaran virus corona jenis D614G sudah ada sejak SARS-CoV-2 pertama kali dikonfirmasi di Indonesia.
"Mutasi D614G sudah ada sejak awal virus (corona) itu di Indonesia, sejak Maret 2020. Perkiraan saya, sekarang lebih banyak lagi," kata Prof Chairul Anwar Nidom yang merupakan ketua tim riset kepada Kompas.com, Sabtu (29/8/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.