JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh Anita Kolopaking, mantan pengacara Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Hal itu diputuskan melalui Rapat Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK pada Senin, (31/8/2020).
"Sebelum keputusan diambil, LPSK juga telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan Agung," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo melalui keterangan tertulis, Selasa (1/9/2020).
Baca juga: Kejagung Periksa Anita Kolopaking di Bareskrim Terkait Perkara Jaksa Pinangki
Menurut LPSK, permohonan Anita tidak memenuhi syarat yang tertuang dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Salah satu alasan penolakan tersebut adalah status tersangka yang kini disandang Anita.
Diketahui, Anita ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus surat jalan palsu yang ditangani Bareskrim Polri.
Permohonan perlindungan tersebut diajukan Anita pada 29 Juli 2020 ketika ia masih berstatus sebagai saksi dalam perkara tersebut.
LPSK pun tak menutup kemungkinan terhadap perkembangan dalam perkara Djoko Tjandra tersebut.
Baca juga: Masalah Administrasi Jadi Alasan Polri Tak Hadiri Praperadilan Anita Kolopaking
Misalnya, apabila Anita memenuhi persyaratan untuk diberi perlindungan dalam kapasitas sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC) maupun saksi.
"Sebelumnya kami telah memberikan gambaran kepada AK mengenai saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus dan pelaku lain yang memiliki kedudukan atau peran yang lebih besar," tuturnya.
Lebih lanjut, LPSK pun meminta penyidik Bareskrim Polri dan Kejagung mendorong perlindungan bagi saksi dan JC dalam kasus tersebut ke LPSK.
Baca juga: Polri Bentuk Tim Hadapi Gugatan Praperadilan Anita Kolopaking
Berkaca dari negara lain, perlindungan saksi termasuk JC untuk kasus besar biasanya diserahkan kepada instansi khusus yang bertugas memberi perlindungan kepada saksi.
Menurut Hasto, langkah itu guna memastikan kredibilitas kesaksian para saksi dan menepis dugaan intervensi oleh institusi yang terkait dengan kasus tersebut.
"Tentunya diperlukan kebijakan yang bisa meyakinkan publik agar semua orang yang terlibat dan memberikan kesaksian bisa menyampaikannya secara bebas tanpa rasa takut akan adanya ancaman atau intimidasi," ucap Hasto.
Baca juga: Kejagung: Pinangki Tawari Djoko Tjandra Fatwa MA
Lebih lanjut, LPSK pun meminta Polri dan Kejagung bersikap profesional dsn proporsional dalam menangani kasus tersebut.
Saat ini, total terdapat tiga perkara yang menyangkut Djoko Tjandra.
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menangani kasus dugaan surat jalan palsu. Dalam kasus ini, total terdapat tiga tersangka yaitu Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.
Sementara, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menyidik kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi ditetapkan sebagai tersangka dan diduga sebagai pemberi suap. Sementara, terduga penerimanya adalah tersangka Irjen Napoleon Bonaparte dan Prasetijo.
Terakhir, Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung menetapkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dak Djoko Tjandra sebagai tersangka.
Pinangki diduga menerima suap dari Djoko Tjandra terkait kepengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Namun, permintaan fatwa tersebut tidak berhasil.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.