JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati mengatakan, harus ada perbaikan literasi kepada prajurit TNI dan Polri pada semua tingkatan.
Hal tersebut dibutuhkan, kata dia, berkaca dari peristiwa penyerangan Mapolres Ciracas, Jakarta Timur pada Sabtu (29/8/2020) lalu yang diakibatkan oleh berita bohong atau hoaks.
Kabar bohong itu disebar salah seorang oknum anggota TNI, dan dipercayai teman-temannya sesama tentara.
"Harus ada suatu perbaikan terhadap literasi prajurit TNI dan Polri semua tingkatan, agar tidak mudah percaya hoaks maupun berita post truth (suatu upaya pembenaran bagi hal yang belum tentu benar)," ujar Nuning kepada Kompas.com, Selasa (1/9/2020).
Baca juga: TNI Perbaiki Kerusakan akibat Aksi Anarkistis Oknum Tentara di Ciracas
Menurut dia, peristiwa perusakan yang melibatkan anggota TNI atau Polri bukan hal yang baru. Sebab, sebelumnya di beberapa daerah juga terjadi hal yang sama.
Namun, kata dia, tindakan-tindakan demikian kerap kali dianggap selesai setelah pimpinan kedua institusi bertemu dan berjabatan tangan.
"Sudah saatnya ada langkah jitu untuk menyelesaikan persoalan sosio-psikologi ini pada porsi yang seharusnya," kata dia.
Tak hanya itu, kata dia, komunikasi organisasi secara vertikal dan horizontal pun harus dibenahi.
Dengan demikian, kebijakan yang ada pun dapat dipahami, dihayati, dan dilaksanakan dengan ikhlas oleh seluruh pihak dalam institusi tersebut sehingga tidak hanya hafalan semata.
Baca juga: Polri dan TNI Cari Orang yang Pakai Airsoft Gun Saat Serang Mapolsek Ciracas
Selain itu, kata dia, hal penting yang harus dilakukan TNI-Polri saat ini adalah melakukan riset tentang masalah pertikaian antar institusi yang terus berulang.
"Harus disegerakan TNI maupun Polri adakan riset tentang hal ini agar akar permasalahan dapat diketahui. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengoreksi regulasi bila diperlukan," kata dia.
Termasuk juga melakukan pengumpulan bahan keterangan dalam kegiatan intelijen secara mendalam dan tidak hanya melihat secara parsial saja.
Menurut dia, perjalanan konflik antara TNI dan Polri selama ini harus diurutkan sedemikian rupa mengingat tidak ada peristiwa yang terjadi mendadak.
"Jika kita hanya melihat dinamika versus antar institusi saja maka tidak bisa membaca embrio permasalahan. Ini kan bisa saja merupakan impact dari situasi berkembang atau banyak sebab lain," kata Nuning.
Baca juga: Prajurit TNI Diminta Perbaiki Cara Pandang Jiwa Korsa
Bahkan, kata dia, bisa saja, pelaku merupakan kepanjangan pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk membuat kacau dan menghancurkan citra pihak lain.
Sebelumnya, peristiwa penyerangan Mapolsek Ciracas diawali dengan perusakan sejumlah pertokoan di kawasan Arundina, Ciracas, Jakarta Timur pada Sabtu (29/8/2020).
Perusakan itu berawal dari kecelakaan lalu lintas tunggal yang dialami anggota TNI di depan ruko Arundina pada Kamis (27/8/2020) malam.
Kala itu, MI selaku korban kecelakaan tunggal mengalami luka di bagian wajah hingga pingsan.
Warga setempat pun menolong MI dengan meminggirkan korban berikut sepeda motornya ke pinggir jalan.
Baca juga: Penyerangan Mapolsek Ciracas dan Mudahnya Prajurit Termakan Hoaks
MI pun akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Namun demikian, beredar kabar bahwa MI luka-luka lantaran jadi korban pemukulan.
Kabar tersebut yang membuat kelompok tertentu geram dan mengambil tindakan anarkistis.
Kelompok tersebut pun akhirnya berkumpul di lokasi MI kecelakaan dan mulai melakukan perusakan di beberapa toko. Sebanyak 15 toko yang ada di Loksem JT 46 pun jadi sasaran kelompok tersebut.
Puncaknya, kelompok tak dikenal itu membakar Polsek Ciracas pada Sabtu sekitar pukul 01.45 WIB dini hari.
Belakangan, informasi soal pemukulan tersebut pun tak benar. MI pun diketahui sebagai aktor yang membuat informasi bohong tersebut.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa memastikan bahwa para anggota TNI AD yang terlibat dalam perusakan itu harus diperiksa.
Baca juga: TNI Masih Dalami Sejauh Apa Keterlibatan Prada MI dalam Penyerangan Mapolsek Ciracas
Total 12 orang yang sudah diperiksa, termasuk Prada MI yang menjadi provokator insiden tersebut sudah dipastikan bahwa mereka adalah anggota TNI. Selain itu, terdapat 19 orang lain yang juga turut diperiksa.
Dengan demikian, total ada 31 orang yang menjalani pemeriksaan.
"Sejauh ini dari hasil pemeriksaan, semua yang diperiksa ini sudah memenuhi pasal di kitab undang-undang hukum pidana militer untuk diberikan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer," kata Andika dalam konferensi pers di Mabes TNI AD, Jakarta Pusat, Minggu (30/8/2020).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.