"Ada perubahan tentang etik, dia hanya menambahkan personil Majelis Kehormatan MK saja dari kalangan akademisi hukum. Sama sekali tidak substantif," ucapnya.
Violla pun menyebut bahwa seharusnya perubahan aturan masa jabatan ini tak diberlakukan bagi hakim konstitusi yang masih menjabat.
Aturan itu semestinya diterapkan bagi hakim konstitusi periode berikutnya, agar tak dijadikan barter dengan putusan hakim dalam penanganan perkara pengujian undang-undang.
"Jika ditujukan untuk hakim yang sekarang, aturan ini bisa jadi komoditas untuk dibarter dengan amar putusan dan sikap hakim konstitusi," kata dia.
Baca juga: PSHK: Revisi UU MK Hanya Fokus pada Syarat Pemilihan Hakim, Wakil Ketua dan Ketua MK
Diberitakan, Rancangan Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi disahkan menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna DPR, Selasa (1/9/2020) hari ini.
RUU ini tetap disahkan, meski menjadi polemik di tengah masyarakat.
Dalam Rapat Paripurna Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir menyampaikan, pembahasan RUU Mahkamah Konstitusi dimulai sejak 25 Agustus sampai 28 Agustus 2020.
Menurut dia, panja, timus, dan timsin melakukan penyempurnaan substansi terhadap RUU MK seperti mengenai kedudukan, susunan, dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Kemudian, mengenai usia minimal,syarat dan tata cara seleksi hakim konstitusi, penambahan ketentuan baru mengenai unsur majelis kehormatan di Mahkamah Konstitusi.
"Dan pengaturan mengenai ketentuan peralihan agar jaminan kepastian hukum yang adil bagi hakim konstitusi yang sedang mengemban amanah sebagai negarawan, penjaga konstitusi tetap terjamin secara konstitusional," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.