JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, dinamika kontestasi berlangsung sangat tajam pada dua gelaran pemilihan umum terakhir, yakni Pilkada 2018 serta Pilpres dan Pileg 2019.
Dinamika pesta demokrasi itu, kata dia, bahkan menyeret rakyat pada keterbelahan dan bahaya perpecahan.
"Dinamika kontestasi yang sangat tajam dan keras pada dua pemilu terakhir menyeret rakyat pada bahaya perpecahan anak bangsa merupakan sebuah realitas yang tak dapat kita pungkiri," kata Abhan dalam sebuah diskusi virtual, Senin (31/8/2020).
Baca juga: MPR Ingin Kandidat Pilkada 2020 Usung Visi-Misi Berlandaskan Pancasila
Menurut Abhan, di dua gelaran pemilu terakhir, politik identitas dan sentimen keagamaan menguat hingga menghasilkan polarisasi.
Polarisasi itu sendiri berujung pada konflik sosial yang mengancam demokrasi di Indonesia.
Abhan menilai, fenomena tersebut mengidentifikasikan bahwa dinamika kehidupan bangsa sedang mengarah pada kemunduran atau kemerosotan politik.
"Tentu kemerosotan politik akan berdampak pada efisiensi demokrasi, tentu ini yang tidak kita harapkan," ujar dia.
Baca juga: Bawaslu Catat 1.098 Dugaan Pelanggaran Selama Dua Tahapan Pilkada
Abhan melanjutkan, intrik-intrik politik yang dipraktikkan para elite secara membabi buta dan cenderung memanipulasi rasionalitas publik dalam pemilu pada akhirnya akan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap demokrasi itu sendiri.
Padahal, esensi pemilu adalah lahirnya kepemimpinan nasional dan lokal melalui mekanisme yang demokratis dan terpercaya.
Meski begitu, Abhan menyadari bahwa kontestasi politik di tengah masyarakat majemuk akan selalu berhadapan dengan risiko menajamnya konflik akibat politisasi identitas.
Hal inilah yang menjadi tantangan gelaran pemilu ke depan, termasuk Pilkada 2020
Baca juga: Bawaslu Prediksi Banyak Akun Anonim yang Sebar Hoaks Saat Pilkada
Abhan pun meminta elemen masyarakat terus mengasah solidaritas dan tenggang rasa, meninggalkan paradigma menang kalah, bahu membahu, dan mencari jalan keluar atas persoalan ini.
Para elite juga diminta lebih bertanggung jawab dalam proses pendidikan politik rakyat, perbaikan sistem dan tata kelola pemilu, perbaikan kerangka hukum pemilu, serta peningkatan integritas penyelenggara pemilu.
"Karenanya, peran para elite politik dalam menjaga dan menyebar makna substantif dari demokrasi pemilu kepada rakyat harus ditempatkan di atas kepentingan merebut kekuasaan," kata Abhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.