Yang pasti, tidak sedikit, kasus-kasus politik dinasti menyebabkan korupsi. Banyak kasus korupsi yang terbukti melibatkan kekerabatan, seperti terjadi di Banten, Kutai Kartanegara, Cimahi, dan Klaten.
Mekanisme demokrasi berupa checks and balances menjadi lumpuh saat dihadapkan politik dinasti.
Tentu tidak semua negara mengalami kasus sama, namun untuk Indonesia, pengalaman politik dinasti tidak sedikit yang mengancam pranata demokrasi yang berdarah darah diperjuangkan rezim reformasi.
Pada akhirnya, dibutuhkan pemikiran yang komperhensif dan regulasi yang kuat untuk setidaknya membatasi agar politik uang, oligarki dan dinasti tidak merajalela dan merusak tatanan demokrasi.
Bahkan, tidak saja diperlukan regulasi, namun edukasi publik yang kuat untuk membangun budaya literasi politik yang kritis.
Hal ini tidak mudah ditengah pandemi Covid-19 yang mulai mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
Namun demikian, dalam perspektif penulis, ke depan politik uang, oligarki dan dinasti harus diperjuangkan untuk dieliminasi agar sumber daya publik, akses ruang publik dan anggaran publik tidak disalahgunakan untuk kepentingan segelintir elite atau kerabat.
Selain itu, memang dibutuhkan pula pembenahan sistem pemilu dan kepartaian agar berbiaya murah dan memastikan kader partai bermutu diprioritaskan mengisi jabatan publik. Bukan kelompok pragmatis berbekal uang sewa perahu menjadi penumpang gelap demokrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.