Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Politik Uang, Oligarki, dan Dinasti

Kompas.com - 01/09/2020, 09:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Riset Vedi R Hadiz menunjukkan, bagaimana sebelum tahun 1980-an di mana saat itu keluarga Soeharto belum menjadi bagian dari pemain ekonomi, oligarki berupa kroni Soeharto seperti Liem Sioe Liong, Bob Hasan dan lainnya terbiasa mendapatkan monopoli dan akses istimewa untuk mendapatkan lisensi, pasokan dan kredit.

Tentu semakin membesar saat keluarga Soeharto turut dalam oligarki dimaksud (Vedi R Hadiz, Dinamika Kekuasaan: Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto, LP3ES,2005:182-183).

Namun, setelah reformasi, masih menurut Vedi R Hadiz, oligarki menyebar. Terjadi desentralisasi kekuasaan presiden kepada lembaga-lembaga seperti partai partai politik dan parlemen. Termasuk pula desentralisasi kekuasaan pusat ke daerah.

Kontrol otoritarian di masa Orde Baru (Orba) digantikan penggunaan politik uang. Bahkan, di awal reformasi, aroma politik kekerasan dan intimidasi dirasakan (Vedi R Hadiz, 2005:262).

Memang politik oligarki sukar dijangkau hukum. Ia bekerja di ruang ruang dialog tertutup antar elite. Muncul dalam menegosiasikan jabatan jabatan publik. Tidak sedikit melibatkan organisasi dan berbagai akses politik.

Dalam koridor politik oligarki, maka urusan negara seperti urusan segelintir orang-orang itu saja yang mewarnai media dan kekuasaan. Dipastikan menggerogoti kapasitas demokrasi.

Sebab, demokrasi memuja kompetisi. Fairness. Nilai-nilai keadaban publik. Hal seperti ini, lenyap, dalam politik oligarki.

Politik dinasti

Ujung politik uang dan politik oligarki, tidak sedikit, yang melembagakan pranata politik dinasti atau politik kekerabatan.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIII/2015 tentang Pengujian Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah membatalkan ketentuan yang melarang calon kepala daerah memiliki konflik kepentingan dengan kepala daerah inkumben.

Alasannya, pasal seperti ini melanggar hak asasi manusia dan bersifat diskriminatif. Tentu saja, Putusan MK di atas dianggap angin segar bagi pelembagaan politik dinasti.

Dengan begitu, siapapun sanak famili yang masih ada hubungan dengan kepala daerah inkumben, boleh saja menjadi kepala daerah sepanjang dipilih oleh publik.

IlustrasiKOMPAS/DIDIE SW Ilustrasi

Tentu politik dinasti menimbulkan pro kontra. Bagi yang pro, politik dinasti sah saja. Karena merujuk ke pengalaman India, misalnya, meski dinasti politik terus muncul namun demokrasinya tetap stabil dan bermutu.

Namun bagi yang kontra, seperti diulas Ni’matul Huda, (Perkembangan Hukum Tata Negara:2014, 421), praktik politik dinasti merupakan praktik yang menyebabkan maraknya gejala personalisasi politik dan lemahnya kapasitas negara dan institusi politik.

Proses pengambilan keputusan tidak lagi didasarkan pada proses rasionalitas instrumental, melainkan didasarkan keputusan individual dari aktor-aktor dinasti yang berkuasa.

Pelembagaan partai politik juga tersumbat karena asas meritokrasi ditundukan hubungan darah dan hubungan keluarga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Prabowo Guncangkan Badan Anies Sambil Tertawa Usai Jadi Presiden Terpilih

Momen Prabowo Guncangkan Badan Anies Sambil Tertawa Usai Jadi Presiden Terpilih

Nasional
Prabowo: Saya Akan Berjuang untuk Seluruh Rakyat, Termasuk yang Tidak Memilih Saya

Prabowo: Saya Akan Berjuang untuk Seluruh Rakyat, Termasuk yang Tidak Memilih Saya

Nasional
PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Singgung Debat Capres yang Panas, Prabowo: Kita Tetap Satu Keluarga Besar

Singgung Debat Capres yang Panas, Prabowo: Kita Tetap Satu Keluarga Besar

Nasional
Sapa Anies-Muhaimin, Prabowo: Saya Pernah di Posisi Anda, Senyuman Anda Berat Sekali

Sapa Anies-Muhaimin, Prabowo: Saya Pernah di Posisi Anda, Senyuman Anda Berat Sekali

Nasional
KPK Sebut Hakim Itong Mulai Cicil Bayar Uang Denda dan Pengganti

KPK Sebut Hakim Itong Mulai Cicil Bayar Uang Denda dan Pengganti

Nasional
Tak Seperti PKB-PKS, Nasdem Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Tak Seperti PKB-PKS, Nasdem Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Resmi Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Sapa Anies-Cak Imin: Yang Saya Cintai...

Resmi Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Sapa Anies-Cak Imin: Yang Saya Cintai...

Nasional
Prabowo-Gibran Ditetapkan Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Tepuk Tangan Bergema Berulang Kali

Prabowo-Gibran Ditetapkan Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Tepuk Tangan Bergema Berulang Kali

Nasional
Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian akibat Stroke Capai 330.000

Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian akibat Stroke Capai 330.000

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Nasional
KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

Nasional
PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

Nasional
Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Nasional
AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com