JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi menilai, kasus perusakan Markas Polsek Ciracas, Jakarta Timur oleh oknum anggota TNI tak selesai dengan slogan sinergitas TNI-Polri.
Ia mengatakan, perlu ada penyelesaian nasalah yang lebih substansial, yakni dengan membenahi penanaman mental jiwa korsa yang berlebihan baik di TNI maupun Polri.
"Kalau persoalan macam ini cuma diselesaikan lewat aksi foto dan pidato yang bertema sinergitas dan kekompakan, mana bisa diharapkan dapat menuntaskan masalah. Dan akhirnya ya kejadian macam ini akan berulang," kata Fahmi kepada Kompas.com, Senin (31/8/2020).
Baca juga: Sikapi Aksi Perusakan Oknum TNI, Imparsial Nilai Harus Ada Reformasi Peradilan Militer
Ia menilai, perlu adanya reformasi kurikulum pendidikan TNI yang tak menekankan secara berlebihan jiwa korsa kepada para prajurit.
Selain itu, ia mengatakan perlu juga pembenahan praktik kepemimpinan di kalangan perwira lapangan yang juga tak mengedepankan jiwa korsa.
Dengan demikian, para prajurit akan lebih menjunjung tinggi sumpah prajurit dan terhindar dari perbuatan main hakim sendiri atas nama jiwa korsa.
"Kalaupun tidak bisa disembuhkan, setidaknya ada komitmen bersama untuk membenahi internal masing-masing. Karena pemicunya ada di dalam rumah, seperti ego sektoral, superioritas, kebanggaan dan jiwa korsa yang dipompa berlebihan, yang kemudian berekses rendahnya penghormatan dan hadirnya ketidaksukaan pada pihak lain," kata Fahmi.
Baca juga: Wakil Ketua DPR Minta Warga Bantu TNI AD Tuntaskan Kasus Penyerangan Mapolsek Ciracas
Sebelumnya, TNI mengakui bahwa aksi anarkistis tersebut diduga dilakukan oleh sejumlah oknum tentara. Pemicunya, para oknum prajurit termakan hoaks yang disebar seorang anggota TNI.
Penyerangan tersebut berawal dari kecelakaan yang melibatkan anggota TNI, Prada MI, di kawasan Ciracas.
Para prajurit tidak mengecek kebenaran informasi terlebih dulu terkait kecelakaan tersebut. Mereka terprovokasi informasi hoaks.
Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman menjelaskan, Prada MI mengalami kecelakaan tunggal saat mengendarai sepeda motor di sekitar Jalan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, tepatnya di dekat pertigaan lampu merah Arundina.
Akibat kecelakaan itu, MI menderita luka di bagian wajah dan tubuh.
Baca juga: Kasus Penyerangan Polsek Ciracas, BPIP Nilai Budaya Kritis Masyarakat Mulai Pudar
Kepada pimpinannya, Prada MI mengaku mengalami kecelakaan tunggal. Namun, informasi berbeda disampaikan MI kepada rekan-rekannya.
MI mengaku dikeroyok sejumlah orang. Selain itu, para prajurit juga mendapat informasi yang menghina TNI.
"Sebetulnya yang bersangkutan itu menyampaikan kepada pimpinannya, ditanya oleh pimpinannya, kamu sebetulnya seperti apa? (Ilham menjawab) saya kecelakaan tunggal," kata Dudung.
"Tetapi yang bersangkutan justru memberikan informasi kepada kawan-kawannya di grup maupun ada seniornya bahwa dia dikeroyok, nah itu yang tidak benar," tuturnya.
Baca juga: TNI Masih Dalami Sejauh Apa Keterlibatan Prada MI dalam Penyerangan Mapolres Ciracas
Kabar bohong tersebut kemudian memicu amarah para tertara. Jiwa korsa jadi alasan.
Dudung menyayangkan para anggotanya tidak terlebih dulu memastikan kebenaran informasi tersebut.
"Informasi tersebut sebetulnya harus dicerna dulu, apakah betul, kan begitu. Mungkin namanya prajurit masih muda begitu harusnya dia lapor ke pimpinannya, apakah betul ada kejadian seperti itu. Kalau lapor pimpinan, saya yakin akan terkendali, tidak mungkin kejadian seperti ini," ujar Dudung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.