"Untuk melihat secara valid berapa kasus baru harian, tentu harus diakukan dengan testing yang optimal, baik kuantitas maupun kualitas," jelas dia.
"Bila ini tak bisa kita nilai, itu bukan sesuatu yang aman-aman saja. Malah sebaliknya, kita berada dalam posisi yang rawan karena kita tidak bisa menilai situasi sesungguhya di wilayah tersebut," lanjut Dicky.
Baca juga: Daftar 32 Daerah di Indonesia yang Berstatus Risiko Tinggi Covid-19
Indikator kedua adalah infection rate yang juga dipengaruhi oleh kapasitas testing. Dicky menyebut infection rate tersebut bisa menilai seberapa parah virus corona telah menyebar.
Ketiga, positivity rate baik pada level nasional maupun daerah yang berada di atas rata-rata global atau indikator WHO, yaitu di bawah 5 persen.
"Rata-rata kita di atas 10 persen, belum pernah turun di bawah 10 persen. Tentu ini situasinya rawan," kata Dicky.
Indikator terakhir untuk menilai bahwa Indonesia berada pada fase rawan adalah persentase penggunaan tempat tidur rumah sakit yang menunjukkan peningkatan.
Menurut dia, setiap daerah harus melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator tersebut untuk melihat sejauh mana tingkat keseriusan kondisi Covid-19.
Baca juga: Indonesia Disebut Memasuki Fase Kritis Covid-19, Ini Alasannya
Senada dengan Dicky, Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, sejak awal wabah Covid-19 terjadi di Indonesia kondisinya sudah kritis.
Dia menyayangkan kondisi itu tidak dianggap sebagai situasi kritis oleh pemerintah.
"Dari dulu kan Covid-19 di Indonesia sudah kritis. Tapi tak pernah dianggap kritis. Itu problem besar," ujar Pandu saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (28/8/2020).
Alih-alih menggunakan tenaga besar kementerian dan lembaga yang sudah ada, pemerintah malah membentuk satuan khusus lain yaitu Satuan Tugas (dulu bernama Gugus Tugas).
"Semestinya pandemi Covid-19 ditangani negara, artinya oleh Presiden dan kementerian serta lembaga yang sudah ada," lanjut Pandu.
Baca juga: Pemerintah Dinilai Tak Pernah Anggap Kritis Covid-19 sejak Wabah Ini Masuk
Menurut Pandu, baik Gugus Tugas maupun Satuan Tugas sama-sama bersifat ad hoc.
Dengan begitu keduanya tak punya kekuatan hukum dan tak bisa membuat regulasi sebagaimana kementerian atau lembaga negara yang sudah ada.
Kondisi ini, kata Pandu, berimplikasi dari pengambilan kebijakan strategis selanjutnya dalam penanganan Covid-19.
Salah satunya adalah pelaksanaan testing atau pemeriksaan terhadap masyarakat yang terpapar Covid-19, individu suspek dan lainnya.
"Testing ini sebagian besar di Jakarta. Di daerah kapasitas testing ini masih jauh dari yang diharapkan. Jakarta pun bisa begitu sebab ada peran dari swasta kan," ungkap Pandu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.