Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan RCTI dan iNews TV Ajukan Uji Materi UU Penyiaran ke MK

Kompas.com - 28/08/2020, 20:04 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Corporate Legal Director MNC Group Chistophorus Taufik mengungkap alasan mengapa PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Visi Citra Mitra Mulia (iNews TV) mengajukan uji materi terkait Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasannya, menurut dia, karena ada kebutuhan mendesak untuk pengaturan persuasif beberapa konten melalui internet.

"Latar belakang diajukannya uji materi adalah adanya kebutuhan yang dirasakan mendesak untuk pengaturan secara lebih persuasif untuk berbagai konten yang disalurkan lewat internet," kata Taufik kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2020).

Baca juga: Instagram TV hingga YouTube Live Harus Miliki Izin Siar jika Gugatan terhadap UU Penyiaran Dikabulkan

Taufik mengatakan, platform internet sebenarnya sudah memiliki aturan yakni melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 13 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Jasa Komunikasi.

Namun, aturan itu hanya sebatas sanksi pidana atau pemblokiran konten yang dipublikasikan.

"Pengaturan konten secara persuasif dimungkinkan lewat UU Penyiaran, karena rezim konten ada di sini. Oleh karenanya, kami minta MK untuk menafsirkan penyiaran adalah juga menyangkut platform internet," ujarnya.

Baca juga: 4 Fakta soal Gugatan RCTI atas UU Penyiaran dan Potensi Dampaknya

Taufik juga menilai UU ITE dan Permenkominfo Nomor 13 Tahun 2019 kurang kekinian sehingga perlu ada yang diatur dalam UU Penyiaran.

Ia pun menegaskan, pihak RCTI dan iNews TV hanya ingin ada kesetaraan atau keadilan antara penyiaran konvensional berbasis frekuensi publik dengan platform internet.

"Bukan harus sama, tapi tidak fair jika platform internet harus dihadapkan dengan blokir dan sanksi pidana," ucap dia.

Diberitakan sebelumnya, permohonan uji materiil UU Penyiaran diajukan oleh RCTI dan iNews TV.

Pihak pemohon menggugat Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran yang menyebut, “Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."

Pemohon menilai pasal itu menyebabkan perlakuan yang berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio, dengan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti YouTube dan Netflix.

Baca juga: RCTI dan Inews Gugat UU Penyiaran ke MK karena Tak Atur YouTube hingga Netflix

Sebab, Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran hanya mengatur penyelenggara penyiaran konvensional dan tak mengatur pengelenggara penyiaran terbarukan.

Oleh sebab itu, pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut tak kekuatan hukum tetap sepanjang tidak mengatur penyelenggara penyiaran berbasis internet untuk tunduk pada pasal tersebut.

Namun, menurut pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan masyarakat tidak akan bisa lagi mengakses media sosial secara bebas.

Sebab, layanan over the top (OTT) yang menggunakan internet akan disamakan dengan layanan penyiaran.

Sehingga, tayangan audio visual akan diklasifikasikan sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com