JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, sejak awal wabah Covid-19 terjadi di Indonesia kondisinya sudah kritis.
Dia menyayangkan kondisi itu tidak dianggap sebagai situasi kritis oleh pemerintah.
"Dari dulu kan Covid-19 di Indonesia sudah kritis. Tapi tak pernah dianggap kritis. Itu problem besar," ujar Pandu saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (28/8/2020).
Alih-alih menggunakan tenaga besar kementerian dan lembaga yang sudah ada, pemerintah malah membentuk satuan khusus lain yaitu Satuan Tugas (dulu bernama Gugus Tugas).
"Semestinya pandemi Covid-19 ditangani negara, artinya oleh Presiden dan kementerian serta lembaga yang sudah ada," lanjut Pandu.
Baca juga: Pemerintah Diminta Perhatikan Kesehatan Mental Masyarakat Saat Pandemi Covid-19
Menurut Pandu, baik Gugus Tugas maupun Satuan Tugas sama-sama bersifat ad hoc.
Dengan begitu keduanya tak punya kekuatan hukum dan tak bisa membuat regulasi sebagaimana kementerian atau lembaga negara yang sudah ada.
Kondisi ini, kata Pandu, berimplikasi dari pengambilan kebijakan strategis selanjutnya dalam penanganan Covid-19.
Salah satunya adalah pelaksanaan testing atau pemeriksaan terhadap masyarakat yang terpapar Covid-19, individu suspek dan lainnya.
"Testing ini sebagian besar di Jakarta. Di daerah kapasitas testing ini masih jauh dari yang diharapkan. Jakarta pun bisa begitu sebab ada peran dari swasta kan," ungkap Pandu.
Baca juga: Tambah 820 Kasus Covid-19 di Jakarta, Wagub DKI: Angka Tinggi karena Banyak Testing
Sebelumnya, Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengingatkan agar Indonesia terus melakukan penguatan kuantitas dan kualitas testing virus corona.
Menurut dia, Indonesia saat ini telah memasuki fase awal kritis akibat Covid-19.
"Indonesia ini sudah memasuki fase kritis awal yang diperkirakan mengalami puncak di awal Oktober 2020, khususnya Jawa. Ini bisa berlangsung lama, bisa sampai akhir tahun," kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (26/8/2020).
Apa indikator fase kritis ini?
Dicky menyebutkan, ada beberapa indikator yang mendasari bahwa Indonesia kini sudah memasuki fase kritis pandemi virus corona.
Pertama, jumlah kasus baru harian yang semakin tinggi.
Baca juga: Masuk Bali Masih Wajib Rapid Test Covid-19, Ini Penjelasan Gubernur Koster
Hingga saat ini, menurut Dicky, hanya DKI Jakarta yang bisa dinilai secara valid karena memiliki cakupan tes memadai dan memenuhi target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu satu tes per seribu per minggu.
"Untuk melihat secara valid berapa kasus baru harian, tentu harus diakukan dengan testing yang optimal, baik kuantitas maupun kualitas," jelas dia.
"Bila ini tak bisa kita nilai, itu bukan sesuatu yang aman-aman saja. Malah sebaliknya, kita berada dalam posisi yang rawan karena kita tidak bisa menilai situasi sesungguhya di wilayah tersebut," lanjut Dicky.
Indikator kedua adalah infection rate yang juga dipengaruhi oleh kapasitas testing.
Baca juga: 1.200 Orang dengan Risiko Covid-19 di Brebes Jalani Tes Swab
Dicky menyebut infection rate tersebut bisa menilai seberapa parah virus corona telah menyebar.
Ketiga, positivity rate baik pada level nasional maupun daerah yang berada di atas rata-rata global atau indikator WHO, yaitu di bawah 5 persen.
"Rata-rata kita di atas 10 persen, belum pernah turun di bawah 10 persen. Tentu ini situasinya rawan," kata Dicky.
Indikator terakhir untuk menilai bahwa Indonesia berada pada fase rawan adalah persentase penggunaan tempat tidur rumah sakit yang menunjukkan peningkatan.
Menurut dia, setiap daerah harus melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator tersebut untuk melihat sejauh mana tingkat keseriusan kondisi Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.