JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Pemohon meminta jabatan wakil menteri ditiadakan.
Majelis hakim tak dapat menerima permohonan tersebut.
"Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mengandung persoalan konstitusionalitas," kata Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, dalam tayangan YouTube MK RI, Kamis (27/8/2020).
"Oleh karena itu, terhadap dalil-dalil para pemohon yang berkenaan dengan inkonstitusionalitas Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan," tuturnya.
Baca juga: Ahli: Jika Memang Diperlukan Presiden, Jabatan Wakil Menteri Bukan Pemborosan
Namun demikian, dalam putusannya, Mahkamah mempertimbangkan fakta yang dikemukakan para pemohon bahwa tidak ada larangan rangkap jabatan wakil menteri dalam undang-udnang tersebut.
Menurut Mahkamah, hal itu berakibat pada banyaknya wakil menteri yang rangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara ataupun swasta.
Mahkamah menilai, sekalipun wakil menteri bertugas untuk membantu menteri, tetapi karena pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi hak prerogatif Presiden sebagaimana menteri, maka wakil menteri harus ditempatkan sebagai pejabat sebagaimana status yang diberikan kepada menteri.
Oleh karenanya, Mahkamah memutuskan bahwa larangan rangkap jabatan yang berlaku pada menteri harus pula diberlakukan bagi wakil menteri.
"Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 berlaku pula bagi wakil menteri," ujar Manahan.
Baca juga: Sidang Uji Materi UU Kementerian Negara, Hakim MK Pertanyakan Keberadaan Wakil Menteri
Hal itu dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang ditanggungnya sebagai pembantu menteri.
"Pemberlakuan demikian dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu," kata Manahan lagi.
Untuk diketahui, pemohon dalam perkara ini merupakan seorang advokat yang juga Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bernama Bayu Segara, serta mahasiswa Usahid Jakarta yakni Novan Lailathul Rizky.
Keduanya menilai jabatan wakil menteri tidak urgen untuk saat ini, sehingga harus ditinjau ulang.
"Posisi wakil menteri ini secara konstitusional tidak jelas," kata kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, usai persidangan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).
Baca juga: Pengangkatan Wamen di Awal Pemerintahan Dinilai Ingkari UU Kementerian Negara