JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Atik Choirul Hidajah mengatakan, libur panjang seperti yang terjadi baru-baru ini bisa meningkatkan risiko penularan Covid-19 di tengah masyarakat.
Sebab, ada pergerakan masyarakat saat libur panjang.
“Ada tren kenaikan ekstrem pada HUT RI kemarin. Tren menunjukkan peningkatan risiko yang sangat besar (saat libur panjang). Perlu dibandingkan pola mobilitas ini dengan kenyataan,” ujar Atik sebagaimana dilansir dari siaran pers di laman covid19.co.id, Rabu (26/8/2020).
Baca juga: Mendagri: Jadikan Pilkada Momen Lawan Covid-19, Bukan Media Penularan
Menurut dia, jika dilihat dari libur panjang sampai 23 Agustus, ada tren meningkatnya pergerakan masyarakat di sekitar rumah.
Ia pun mengingatkan warga untuk sadar apa yang harus mereka lakukan demi membantu memutus rantai penularan Covid-19.
“Ini yang harus kita lakukan. Jika kita tidak patuh pada upaya tadi, maka risiko penularan yang akan terjadi,” ucap dia.
Dia mengatakan, setiap individu pun perlu menerapkan jaga jarak saat bersosialisasi di sekitar tempat tinggal mereka.
Menjaga jarak bertujuan untuk memberi jarak secara fisik sehingga kerumunan yang berpotensi menjadi titik penularan Covid-19 tidak terjadi.
"Ini bertujuan menghindari risiko terpapar droplet dari orang di sekitar," kata Atik.
Sementara itu, pecalang (polisi adat) Bali, I Made Sudiarta mengatakan, selama libur panjang, belum tampak ada pergerakan yang signifikan baik dari pendatang maupun penduduk lokal di wilayahnya.
“Jadi yang sudah saya lihat selama ini tidak terlalu banyak pergerakan dari kerumunan masyarakat atau dari pariwisata. Tidak seperti yang sebelumnya,” ucap dia.
Ia menceritakan, pecalang juga berkontribusi dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 dengan memberikan imbauan dan edukasi mengenai protokol kesehatan kepada masyarakat.
Made mengatakan, para pecalang selalu menyampaikan kepada warga yang bepergian dari rumah untuk menggunakan masker di mana pun mereka berada, terutama di tempat-tempat umum, seperti lapangan.
“Kita pun pantau sampai malam itu di lapangan, tidak terlalu banyak berkerumun dan kita tetap mengedukasi harus memakai masker,” ucap dia.
Baca juga: 6 Cara Bali Terapkan CHS Pariwisata, Libatkan Pecalang dan Desa Adat
Dalam menghadapi bertambahnya wisatawan di Bali, kata Made, ada hal-hal yang harus dilakukan ketika ada pendatang, misalnya, wajib lapor, pendataan, melakukan rapid test dan menerapkan protokol kesehatan di tempat wisata.
Made juga mengatakan, saat ini belum adanya sanksi tegas bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.
Namun, dalam melakukan penertiban para pecalang berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti TNI dan Polri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.