Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Apresiasi Dosen Unsyiah yang Ajukan Banding

Kompas.com - 25/08/2020, 23:26 WIB
Irfan Kamil,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Advokasi YLBHI Era Purnamasari mengapresiasi langkah yang diambil dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Saiful Mahdi yang mangajukan banding atas vonis tiga bulan yang diterima.

Syaiful diketahui dinyatakan bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengkritisi hasil tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen Fakultas Teknik pada akhir 2018 di Unsyiah.

"Bagi saya, itu semua harus kita apresiasi dan siapapun yang punya perhatian terhadap kepentingan kebebasan berpikir, terutama di lingkungan kampus ya, untuk kebebasan berpikir di negara demokrasi, saya pikir kita semua harus mendukung langkah-langkah Pak Saiful," kata Era dalam sebuah diskusi, Selasa (25/8/2020).

Menurut Era, banyak kasus kriminalisasi dalam konteks kebebasan berpendapat yang tidak berani menempuh upaya hukum banding.

Baca juga: Kriminalisasi Dosen Unsyiah Dinilai Bikin Kultur Kritis Kampus Tak Tercapai

"Dalam banyak kasus kriminalisasi terhadap kebebasan berpikir, kebebasan berpendapat, banyak yang tidak menempuh upaya hukum oleh karena hukumannya rendah sehingga khawatir kalau melakukan upaya hukum, hukumannya menjadi lebih tinggi," ungkap Era.

"Apalagi tersangka atau terdakwanya dalam proses hukumnya itu ditahan baik oleh polisi, oleh jaksa, maupun oleh hakim," lanjut dia.

Selain itu, Era menyoroti pasal yang dikenakan pada kasus Saiful.

Menurut dia, pasal-pasal dalam UU ITE berbahaya bagi demokrasi.

Baca juga: Kasus Grup WhatsApp, Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Divonis 3 Bulan Penjara

"Pertama kami mau melihat bahwa kasus Pak Saiful ini sebetulnya bukti bahwa keberadaan pasal-pasal pencemaran nama baik didalam KUHP maupun diperluas dalam UU ITE memang pasal-pasal yang berbahaya bagi demokrasi, bagi kebebasan berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi," kata Era.

"Meskipun Mahkamah Konstitusi sudah mengatakan pasal ini harus dipertahankan, tapi kita perlu berpikir ke depan dan kita harus sama-sama mendorong bahwa pasal ini memang tidak layak berada dalam negara demokrasi," lanjut dia.

Menurut Era, keberadaan pasal ini sangat memprihatinkan, sebab dapat menyasar berbagai kalangan, tak terkecuali insan akademik.

Baca juga: Pembatalan Diskusi hingga Kasus Lelucon Gus Dur, Potret Kebebasan Berpendapat Menurun

Era menyebut, ada kencenderungan fenomena insan kampus membawa-bawa aparat kepolisian dalam menyelesaikan persoalan di dalamnya.

"Ini tidak hanya terjadi dikasusnya Pak Saiful ya, tapi kita melihat ada fakta-fakta seperti itu yang terjadi di beberapa kampus. Misalnya Universitas di Ternate mahasiswa di-drop out (DO) pertimbangannya adalah surat kepolisian,” ucap Era.

"Ini belum pernah saya temukan dalam sejarah kasus-kasus yang saya tangani dan kemudian saya melacak ada enggak sih kasus-kasus yang orang di-DO karena surat polisi, selama ini itu enggak terjadi," lanjut dia.

Contoh lain, mahasiswa di Universitas Nasional yang karena melakukan demonstrasi, mereka kemudian di-DO.

Baca juga: Unsyiah Siapkan Uji Laboratorium untuk PCR

"Kita perlu bertanya, ada apa? Kenapa alam kampus yang seharusnya menjadi alam yang paling demokratis justru menjadi alam yang paling represif hari ini?" ujar Era.

Untuk diketahui, kasus Saiful Mahdi bermula ketika ia dilaporkan ke polisi oleh teman sejawatnya, yakni Dekan Fakultas Teknik Taufiq Mahdi.

Taufiq merasa malu dan merasa nama baiknya selaku pimpinan Fakultas Teknik dicemarkan oleh Saiful di dalam sebuah grup WhatsApp.

Berikut kata-kata di grup WhatsApp Unsyiah Kita pada 25 Februari 2019:

Baca juga: Dosen Unsyiah Divonis 3 Bulan Penjara, Amnesty: Pelanggaran Kebebasan Akademis

"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat 'hutang' yang takut meritokrasi".

Dalam pertimbangan yang meringankan, hakim menilai terdakwa bersikap kooperatif dalam persidangan dan belum pernah dihukum.

Sedangkan hal yang memberatkan, terdakwa dinilai telah mencemarkan nama baik Fakultas Teknik Unsyiah.

Setelah vonis dibacakan, terdakwa Saiful Mahdi dan kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh langsung menyatakan banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com