Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal dalam UU ITE Dinilai Bahayakan Demokrasi

Kompas.com - 25/08/2020, 20:45 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Advokasi YLBHI Era Purnamasari mengatakan pasal-pasal dalam UU ITE berbahaya bagi demokrasi

Menurut Era, Hal itu terbukti dari kasus grup WhatsApp yang berujung dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Saiful Mahdi yang divonis tiga Bulan penjara

Sebab, Syaiful dinyatakan bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengkritisi hasil tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen Fakultas Teknik pada akhir 2018 di Unsyiah.

“Pertama kami mau melihat bahwa kasus Pak saiful ini sebetulnya bukti bahwa keberadaan pasal-pasal pencemaran nama baik didalam KUHP maupun diperluas dalam UU ITE memang pasal-pasal yang berbahaya bagi demokrasi, bagi kebebasan berpendapat, kebebasan berfikir, kebebasan berekspresi,” kata Era dalam media briefing, Selasa (25/8/2020).

Baca juga: Dosen Unsyiah Divonis 3 Bulan Penjara, Amnesty: Pelanggaran Kebebasan Akademis

"Kita harus sama-sama mendorong bahwa pasal ini memang tidak kayak berada dalam negara demokrasi,” tutur dia.

Menurut Era, pasal dapat menyasar berbagai kalangan, tak terkecuali insan akademik.

Era menyebut, ada kencenderungan fenomena insan kampus melibatkan aparat kepolisian.

“Ini tidak hanya terjadi dikasusnya Pak saiful ya, tapi Kita melihat ada fakta-fakta seperti itu yang terjadi di beberapa kampus misalnya Universitas di Ternate mahasiswa di-drop out (DO) pertimbangannya adalah surat kepolisian,” ucap Era.

Menurutnya itu menjadi kasus pertama yang memberhentikan mahasiswa berdasarkan surat kepolisian. 

Contoh lain, kata Era, seperti mahasiswa di Universitas Nasional dikeluarkan dari kampus karena demonstrasi.

“Kita perlu bertanya, ada apa, kenapa kemudian alam kampus yang seharusnya menjadi alam yang paling demokratis justru menjadi alam yang paling represif hari ini.” ujar Era.

“Hanya akhir-akhir ini hal-hal yang menurut kita tidak mungkin terjadi, ternyata mungkin terjadi. Itu perlu menjadi bahan renungan kita bersama,” tutur dia.

Untuk diketahui, vonis terhadap Saiful Mahdi bermula ketika ia dilaporkan ke polisi oleh teman sejawatnya yakni Dekan Fakultas Teknik Taufiq Mahdi.

Taufiq merasa malu dan merasa nama baiknya selaku pimpinan Fakultas Teknik dicemarkan oleh Saiful di dalam sebuah grup WhatsApp.

Baca juga: Kriminalisasi Dosen Unsyiah Dinilai Bikin Kultur Kritis Kampus Tak Tercapai

Dalam pertimbangan yang meringankan, hakim menilai terdakwa bersikap kooperatif dalam persidangan dan belum pernah dihukum.

Sedangkan hal yang memberatkan, terdakwa dinilai telah mencemarkan nama baik Fakultas Teknik Unsyiah.

Setelah vonis dibacakan, terdakwa Saiful Mahdi dan kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh langsung menyatakan banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com