JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, vonis tiga bulan penjara yang dijatuhkan kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Saiful Mahdi merupakan bentuk pelanggaran kebebasan akademis.
Syaiful dinyatakan bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengkritisi hasil tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen Fakultas Teknik pada akhir 2018 di Unsyiah.
Baca juga: Kasus Grup WhatsApp, Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Divonis 3 Bulan Penjara
“Saya kira untuk melihat kasus Bung Saiful adalah pelanggaran kebebasan akademik itu juga di dalamnya termasuk kebebasan berekspresi,” kata Usman dalam sebuah media briefing, Selasa (25/8/2020).
“Kritik terkait rekrutmen PNS dengan respons dari kampus yang kemudian mempidanakan itu memperlihatkan bahwa kebebasan akademik di Indonesia ada yang salah,” tutur dia.
Usman mengatakan, tidak semua permasalahan di kampus dapat diproses dengan hukum pidana.
Selain itu, kritik dalam kampus tidak dapat disamakan dengan tindakan kriminal atau pelanggaran hukum.
“Dalam kasus-kasus tertentu bisa saja ini berakhir dengan pemecatan, sanksi. Tapi dalam kasus ini seolah urusan kebebasan akademik di kampus itu menjadi urusan kriminal,” tutur Usman.
Usman menilai kasus tersebut juga akan berdampak pada kondisi kampus. Akibatnya, dosen yang menjalani proses hukum tidak bisa bekerja secara maksimal.
Baca juga: Kritisi Penerimaan Dosen, Seorang Pengajar di Unsyiah Dilaporkan ke Polisi
Vonis terhadap Saiful Mahdi bermula ketika ia dilaporkan ke polisi oleh teman sejawatnya yakni Dekan Fakultas Teknik Taufiq Mahdi.
Taufiq merasa malu dan merasa nama baiknya selaku pimpinan Fakultas Teknik dicemarkan oleh Saiful di dalam sebuah grup WhatsApp.
Berikut kata-kata di grup WhatsApp Unsyiah Kita pada 25 Februari 2019:
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin.
Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi".
Baca juga: KKAI Ingatkan Presiden, Menristekdikti dan Rektor Soal Kebebasan Akademik
Dalam pertimbangan yang meringankan, hakim menilai terdakwa bersikap kooperatif dalam persidangan dan belum pernah dihukum.
Sedangkan hal yang memberatkan, terdakwa dinilai telah mencemarkan nama baik Fakultas Teknik Unsyiah.
Setelah vonis dibacakan, terdakwa Saiful Mahdi dan kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh langsung menyatakan banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.