"Agenda sidang kita pada hari ini adalah untuk klarifikasi dengan masuknya surat dari salah seorang kuasa untuk perkara nomor 51 yaitu Bapak Prof Dr Saiful Bahri SH MH yang bertanggal 19 Agustus 2020 yang isinya adalah menyatakan mencabut surat permohonan judicial review untuk perkara nomor 51," kata Ketua Majelis Hakim Aswanto di Gedung MK, Jakarta Pusat, dipantau melalui YouTube MK RI, Senin.
"Kita ingin klarifikasi apakah pencabutan ini mewakili semua tim kuasa hukum?" lanjutnya.
Baca juga: Perppu Penanganan Covid-19 Digugat Amien Rais dkk, Ini Respons Istana
Hadir mewakili tim kuasa hukum Amien dkk dalam persidangan, Arifuddin. Kepada hakim, Arifuddin membenarkan bahwa surat pencabutan tersebut disampaikan Saiful Bahri mewakili tim kuasa hukum.
"Untuk pencabutan yang disampaikan Prof Saiful Bahri memang sudah menjadi kesepakatan dari kuasa hukum untuk mencabut perkara nomor 51 ini," ujar Arifuddin.
Adapun gugatan Amien Rais dkk terhadap UU Nomor 2 Tahun 2020 dimohonkan ke MK pada Rabu (1/7/2020).
Gugatan itu dilakukan pasca MK menolak gugatan Amien dkk terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.
Adapun UU Nomor 2 Tahun 2020 berisi tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-undang.
Baca juga: Amien Rais Siap Ajukan Gugatan Baru jika Uji Materi Perppu 1/2020 Ditolak MK
Selain Amien, gugatan itu juga dimohonkan oleh sejumlah tokoh seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono, hingga Mantan Penasihat KPK Abdullah Hahemahua.
Dalam gugatannya, Amien dkk menyoal UU Nomor 2 Tahun 2020 secara formil dan materil.
Dari segi formil, pemohon memandang bahwa UU tersebut bertentangan dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UUD 1945.
Pasalnya, persetujuan DPR untuk menetapkan Perppu 1 Tahun 2020 sebagai UU diberikan dalam satu masa persidangan, yaitu masa sidang III. Pengajuan penetapan Perppu sebagai UU disampaikan pada 2 April 2020, kemudian disetujui pada 15 Mei 2020.
Baca juga: Mengenal UU Penanganan Covid-19 yang Digugat Amien Rais, Din Syamsudiin hingga Abdullah Hehamahua
"Seharusnya apabila DPR menerima Perppu Nomor 1 Tahun 2020 pada masa sidang III, maka persetujuan atau penolakan terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dilakukan pada masa sidang IV," bunyi petikan permohonan.
Secara materil, pemohon menyoal Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 1, 2 dan 3, Pasal 27, serta Pasal 28.
Pasal 2 menetapkan batasan defisit anggaran di atas 3 persen PDB tanpa adanya batas maksimal, dan mengikat UU APBN sampai tahun anggaran 2022.
Dengan adanya norma ini, UU 2/2020 dianggap menghilangkan fungsi legislasi dan budgeting DPR. Pasal tersebut juga dinilai melanggar ketentuan konstitusi yang menyebut bahwa UU APBN bersifat periodik atau harus ditetapkan setiap tahun.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.