Dari salinan Keppres yang diterima Kompas.com, dokumen itu ditetapkan oleh Jokowi pada 23 Maret 2020 atau lima hari pasca putusan DKPP diterbitkan.
Dalam keputusannya, Presiden menyebutkan bahwa Evi Novida Ginting Manik memenuhi syarat untuk diberhentikan secara tetap sebagai Komisioner KPU RI masa jabatan 2017-2022 karena berdasar putusan DKPP Evi telah terbukti melanggar kode etik.
"Memutuskan memberhentikan dengan tidak hormat Dra Evi Novida Ginting Manik, M.SP. sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan," demikian bunyi petikan Keppres itu.
Baca juga: Sempat Dipecat Jokowi, Evi Novida Kembali Ditetapkan sebagai Komisioner KPU
Salinan Keppres itu diterima Evi Novida pada 26 Maret 2020.
Padahal, pada 23 Maret 2020, Evi sempat berkirim surat ke Jokowi untuk meminta perlindungan hukum serta memohon kepada Presiden untuk menunda melaksanan Putusan DKPP.
Evi juga sempat melaporkan putusan DKPP ini ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Evi menyebut bahwa terdapat tindakan malaadministrasi dalam putusan DKPP.
"Di mana saya meminta agar ORI menerbitkan rekomendasi kepada presiden untuk tidak melaksanakan putusan DKPP," ujar Evi.
Namun demikian, permintaan Evi ternyata tak diindahkan dan presiden tetap menindaklanjuti putusan DKPP dengan memecat Evi.
Gugat ke PTUN
Pada 19 April 2020, Evi pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kasus pemecatan dirinya sebagai Komisioner KPU RI.
Evi menggugat Keppres Jokowi Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dia secara tidak hormat per 23 Maret 2020
Melalui gugatannya, Evi meminta PTUN untuk menyatakan Keppres Jokowi terkait pemecatan dirinya batal atau tidak sah.
Baca juga: Polemik Pemecatan Evi Novida, Jimly: Presiden Harus Laksanakan Perintah PTUN
Ia juga meminta PTUN memerintahkan Presiden mencabut Keppres tersebut.
Selain itu, bila gugatannya diterima, Evi meminta PTUN memerintahkan presiden merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan dirinya sebagai Komisioner KPU masa jabatan 2017-2022.
Adapun alasan Evi mengajukan gugatan ini yakni keppres Jokowi lahir berdasarkan putusan DKPP Nomor 317/2019 yang memecat dirinya karena menilai melanggar kode etik.
Menurut Evi, putusan DKPP itu cacat secara hukum dan tidak bisa ditoleransi.
"Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikan saya sebagai anggota KPU, ditetapkan DKPP tanpa memeriksa pengadu maupun saya selaku teradu," ujar Evi.
Selain karena tak diperiksa, Evi menyebut putusan DKPP cacat lantaran pengadu, yang dalam hal ini ialah calon legislatif Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc, telah mencabut gugatannya di DKPP.
Pengadu, kata Evi, juga tidak mengajukan alat bukti surat yang disahkan dimuka persidangan, maupun saksi dalam sidang DKPP.
Baca juga: Anggota Komisi II Apresiasi Jokowi Akan Cabut Keppres Pemecatan Evi Novida
Evi pun mengaku dirinya tak pernah melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
Terkait langkah KPU dalam menetapkan calon legislatif terpilih Pileg 2019 yang menyeret Hendri Makaluasc, Evi menyebut bahwa pihaknya berupaya menjalankan bunyi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perselisihan hasil pemilu.
"Saya dan enam anggota KPU tidak mendapat pengaruh ataupun upaya campur tangan dari pihak manapun saat menetapkan Surat KPU 1937/2019. Surat itu bukan disengaja untuk menguntungkan golongan, kelompok atau pribadi dari partai tertentu," kata Evi.
Perintah PTUN ke Jokowi
Setelah melalui serangkaian persidangan yang melibatkan sejumlah saksi dan ahli, PTUN memutuskan mengabulkan seluruhnya gugatan yang dimohonkan Evi Novida.