JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Evi Novida Ginting Manik menyita perhatian publik beberapa waktu belakangan ini.
Pada pertengahan Maret 2020, publik heboh mengetahui Evi dipecat dari jabatannya sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Evi dipecat lantaran dinilai melanggar kode etik. Namun, pada Senin (24/8/2020) kemarin, Evi ditetapkan kembali sebagai Komisioner KPU RI.
Kembalinya Evi ke KPU ini bukan tanpa upaya, melainkan melalui sejumlah proses yang panjang dan tidak sebentar.
Baca juga: Evi Novida Kembali Jadi Komisioner KPU, DKPP: Itu Tanggung Jawab KPU
Berikut perjalanan panjang Evi dari pemecatan hingga duduk kembali sebagai Komisioner KPU RI.
Perkara suara caleg
Pemecatan Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU diputuskan dalam sidang DKPP, Rabu (18/3/2020).
Evi dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Pemilu 2019.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," kata Plt Ketua DKPP Muhammad ketika membacakan putusan sidang saat itu.
Selain menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Evi, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Arief Budiman serta Komisioner KPU lainnya yakni Pramono Ubaid Tanthowi, Ilham Saputra, Viryan Azis, dan Hasyim Asy’ari.
Kasus ini berkaitan dengan perolehan suara caleg DPRD Kalimantan Barat asal Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc.
Hendri mengaku perolehan suaranya pada Pileg 2019 berkurang dalam rekapitulasi suara yang dicatatkan panitia pemilihan.
Ia menyebut, suaranya telah digelembungkan ke caleg Gerindra lain, Cok Hendri Ramapon.
Baca juga: Kembali Jadi Komisioner KPU, Evi Novida Hadiri Rapat Kerja di DPR
Hal ini mengakibatkan Hendri tak dapat ditetapkan sebagai anggota DPRD Kalimantan Barat.
Atas persoalan ini, Hendri Makaluasc melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK kemudian memerintahkan KPU untuk mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc, tanpa perintah koreksi perolehan suara Cok Hendri Ramapon.
Hendri Makaluasc juga melayangkan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Bawaslu lantas memutuskan bahwa KPU harus mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc serta Cok Hendri Ramapon.
Putusan Bawaslu itu, menurut KPU, tak sejalan dengan bunyi putusan MK. Atas dasar itu, KPU pun memutuskan untuk menjalankan putusan MK.
Namun demikian, oleh DKPP, langkah yang diambil KPU dinilai tidak tepat.
Meskipun tugas dan wewenang KPU bersifat kolektif kolegial, hukuman yang dijatuhkan DKPP kepada Evi lebih berat lantaran ia bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk perselisihan hasil pemilu.
DKPP pun memutuskan untuk memecat Evi dari jabatannya.
Keppres Jokowi
Menindaklanjuti Putusan DKPP, Presiden Joko Widodo menerbitkan keputusan presiden (Keppres) pemberhentian Evi Novida sebagai Komisioner KPU RI.