JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan, hingga saat ini, enam provinsi telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Lama masa siaga darurat berbeda-beda antardaerah satu dengan lainnya.
"Saat ini enam provinsi sudah menetapkan status siaga darurat karhutla," ujar Raditya sebagaimana dikutip dari siaran pers BNPB, Senin (24/8/2020).
Baca juga: Ini Langkah BNPB Cegah Karhutla
Keenam daerah yang dimaksud yakni Riau (11 Februari-31 Oktober 2020), Sumatera Selatan (20 Mei-31 Oktober 2020), Jambi (29 Juni-26 September 2020), Kalimantan Barat (2 Juli-30 November 2020), Kalimantan Tengah (1 Juli-28 September 2020), dan Kalimantan Selatan (1 Juli–30 November 2020).
Menurut Raditya, penanganan darurat bencana karhutla menggunakan beberapa parameter seperti hotspot (titik api), indeks standar pencemar udara (ISPU), jumlah penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), jarak pandang atau visibilitas, serta periode musim kemarau.
Adapun berdasarkan data KLHK, enam provinsi di atas telah mencatat dampak akibat karhutla.
"Di Riau 90.550 hektare terdampak, Sumatera Selatan 336.798 hektare terdampak, Jambi 56.593 hektare terdampak," kata Raditya.
Kemudian, Kalimantan Barat sebanyak 151.919 hektare terdampak, Kalimantan Tengah 317.749 hektare terdampak, dan Kalimantan Selatan 137.848 hektare terdampak.
BNPB mengerahkan 6.000 personel yang diterjunkan ke enam provinsi di atas.
Setiap provinsi mendapatkan dukungan 1.000 personel. Perhitungan komposisi personel di setiap daerah terdiri TNI dan Polri 40 persen, Manggala Agni 20 persen, masyarakat 30 persen, dan berbagai unsur 10 persen.
Sementara itu, unhtuk satuan udara, BNPB dan BPBD menggunakan pemadaman menggunakan water-bombing dan teknologi modifikasi cuaca.
Baca juga: Proses Modifikasi Cuaca, Incar Awan Aktif hingga Semai 2,4 Ton Garam
Lebih lanjut, Raditya mengatakan, untuk pencegahan terjadinya karhutla di daerah lain, BNPB mendorong pengembangan pengetahuan, pemahaman dan kapasitas pengelolaan hutan dan lahan, potensi ekonomi lokal dan pengolahan hasil produksi hutan dan lahan menjadi bernilai tambah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) telah mengembangkan pendekatan pada pemberdayaan masyarakat.
Di samping itu, beberapa langkah teknis diupayakan, yakni monitoring sistem peringatan dini melalui informasi fire danger rating system (FDRS) dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pantauan titik panas atau hotspot dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) maupun ketinggian muka air di lahan gambut dari BRG.
"BNPB telah meminta pemerintah daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan pencegahan menghadapi karhulta, seperti penetapan status siaga darurat," kata Raditya.
Pencegahan dapat dilakukan, seperti pemadaman titik api sedini mungkin melalui satuan tugas darat maupun udara.
Pelaksanaan water-bombing menggunakan armada helikopter yang telah ditempakan di beberapa provinsi.
BNPB menyiagakan armada untuk pengeboman dan pemantauan, terdiri 3 helikopter di Jambi, 11 di Sumatera Selatan, 8 di Riau, 1 di Kalimantan Barat, dan 5 di Kalimantan Tengah.
"Komposisi ini dapat digerakkan ke wilayah yang lain dengan tingkat keparahan yang berbeda," kata Raditya.
Baca juga: Ancaman Karhutla 4 Provinsi di Indonesia Berpotensi Terbakar Luas, Ini Pencegahannya
Beberapa waktu lalu, BNPB telah menginformasikan dua dukungan armada baru helikopter Chinook dan Black Hawk.
Di samping helikopter, satuan udara didukung dengan pesawat fixed-wing untuk menebar garam di udara atau cloud seeding.
Operasi TMC ini dipimpin oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta TNI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.