JAKARTA, KOMPAS.com - Pengungkapkan kasus peretasan terhadap situs media massa dinilai menjadi tantangan bagi kepolisian. Sebab, Polri memiliki kewajiban utama dalam menegakkan hukum.
"Saya kira ini tantangan bagi polisi sebagai aparat penegak hukum, bahwa polisi itu punya kewajiban utama adalah menegakan hukum," ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan dalam konferensi pers, Senin (24/8/2020).
Baca juga: Komite Keselamatan Jurnalis Sebut Peretasan Media Jadi Ancaman Baru
Abdul mengatakan, polisi wajib untuk mencari pelaku peretasan. Hal itu dilakukan agar kasus serupa tidak terulang.
Sekaligus menepis kecurigaan publik bahwa pemerintah berada di balik serangan digital tersebut.
"Agar kasus serupa tidak terulang dan untuk menjernihkan persepsi publik atau menepis kecurigaan bahwa pemerintah berada di balik ini," kata dia.
Baca juga: Peretasan Media dan Akademisi Dinilai sebagai Tindakan Pengecut
Sebelumnya, Komite Keselamatan Jurnalis mendesak pemerintah segera mengambil sikap menyusul peretasan yang dialami sejumlah situs media massa belakangan ini.
"Meskipun ini dugaan yang masih sangat jauh, tapi setidaknya seharusnya pemerintah harus bersikap terkait dengan masifnya peretasan ini," ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin dalam konferensi pers, Senin (24/8/2020).
Desakan tersebut bukan sebagai upaya menuduh pemerintah terlibat di balik serangan digital tersebut. Melainkan, hal itu sebagai upaya agar negara dapat menjamin kebebasan pers dan kerja jurnalsitik.
Terlebih, kerja jurnalistik mereka juga dijamin Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Baca juga: Peretasan Aktivis dan Media Langgar UU ITE, ICJR Nilai Polisi Tak Tanggap
"Artinya, negara harus aktif dan sampai saat ini kita melihat belum ada sedikit pun respons negara terhadap kasus peretasan yang terjadi saat ini," tegas dia.
LBH Pers mencatat, terdapat lima media yang menjadi peretasan. Dua di antaranya adalah Tempo.co dan Tirto.id.
Dalam analisis LBH Pers, terdapat dua pelanggaran hukum dalam peretasan situs media massa tersebut. Pertama, Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1999.
Baca juga: Pasca-peretasan Situs Tempo, Pemred: Kami Tidak Takut
Pasal itu menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat 2 dan Ayat 3 dengan pidana paling lama dua tahun dan denda Rp 570 juta.
Menurut Ade, pelanggaran hukum tersebut juga telah menyebabkan aktivitas jurnalistik terhambat.
"Selain itu, juga tentu saja ini melanggar ketentuan dari UU ITE terkait dengan peretasan," ungkap Ade.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.