JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Keselamatan Jurnalis mendesak pemerintah segera mengambil sikap menyusul peretasan yang dialami sejumlah situs media massa belakangan ini.
"Meskipun ini dugaan yang masih sangat jauh, tapi setidaknya seharusnya pemerintah harus bersikap terkait dengan masifnya peretasan ini," ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin dalam konferensi pers, Senin (24/8/2020).
Desakan tersebut bukan sebagai upaya menuduh pemerintah terlibat di balik serangan digital tersebut.
Baca juga: Peretasan Media dan Akademisi Dinilai sebagai Tindakan Pengecut
Melainkan, hal itu sebagai upaya agar negara dapat menjamin kebebasan pers dan kerja jurnalsitik.
Terlebih, kerja jurnalistik mereka juga dijamin Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Artinya, negara harus aktif dan sampai saat ini kita melihat belum ada sedikit pun respons negara terhadap kasus peretasan yang terjadi saat ini," tegas dia.
LBH Pers mencatat, terdapat lima media yang menjadi peretasan. Dua di antaranya adalah Tempo.co dan Tirto.id.
Dalam analisa LBH Pers, terdapat dua pelanggaran hukum dalam peretasan situs media massa tersebut. Pertama, Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1999.
Baca juga: Peretasan Aktivis dan Media Langgar UU ITE, ICJR Nilai Polisi Tak Tanggap
Pasal itu menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat 2 dan Ayat 3 dengan pidana paling lama dua tahun dan denda Rp 570 juta.
Menurut Ade, pelanggaran hukum tersebut juga telah menyebabkan aktivitas jurnalistik terhambat.
"Selain itu, juga tentu saja ini melanggar ketentuan dari UU ITE terkait dengan peretasan," ungkap Ade.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.