JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Insitute for Criminal Justice and Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, dalam klasusul hukum, peretesan merupakan akses yang ilegal terhadap komputer/sistem elektronik milik orang lain.
Hal ini berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008.
"Peretasan dalam klausul hukum merupakan 'akses ilegal” yang dilakukan terhadap komputer/sistem elektronik milik orang lain," ujar Erasmus dalam siaran pers ICJR yang dikutip Kompas.com, Senin (24/8/2020).
Baca juga: Pasca-peretasan Situs Tempo, Pemred: Kami Tidak Takut
Isu peretasan mengemuka karena aktivis, akademisi, serta media seperti Tempo.co dan Tirto.id menjadi sasaran.
Erasmus menjelaskan, pada Pasal 30 Ayat (1) UU ITE menyebutkan, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apa pun."
Selain itu, dalam hal mengakses dan mengambil informasi atau data pribadi bisa dikenakan peraturan Pasal 32 Ayat (1) UU ITE.
Aturan itu berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik."
Baca juga: Amnesty: Peretasan Situs Tempo dan Pandu Riono Serangan terhadap Kebebasan Berekspresi
Erasmus pun menyayangkan sikap kepolisian yang dia nilai lambat dalam menangani kasus peretasan, baik itu yang dilakukan terhadap aktivis atau media.
"Sayangnya, walaupun aturan hukum sudah ada, dalam hal penanganan dan ketanggapan aparat penegak hukum saat mengusut kasus serupa berbeda," ucap Erasmus.
"Selain itu, terkadang mengalami double standard terhadap mereka yang kritis terhadap pemerintah," ujar dia.
Dia mencontohkan, kasus peretasan terhadap WhatsApp peneliti kebijakan publik, Ravio Patra.
Baca juga: Polisi Selidiki Laporan Peretasan Akun WhatsApp Aktivis Ravio Patra
Peretasan ini berujung ke penangkapan Ravio Patra, atas unggahan konten yang tidak dilakukannya.
"Pada kasus Ravio, dari waktu kejadian terjadinya peretasan, hingga penangkapan yang diduga merupakan rekayasa untuk mengkriminalisasi dirinya hanya berlangsung beberapa jam saja," ucap Erasmus.
"Sedangkan pengungkapan siapa pelaku peretasan sebenarnya cenderung tak responsif," kata dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.