Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Banyak Undang-Undang Lahir Berdasar "Political Trade Off"

Kompas.com - 23/08/2020, 16:15 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berujar, banyak Undang-Undang yang dibuat berdasarkan political trade off. Artinya, UU tersebut lahir dari hasil kompensasi.

Ia mengungkap, ketika pemerintah mengusulkan pembentukan suatu Undang-Undang, DPR sebagai legislator kerap kali meminta kompensasi atas pembuatan Undang-Undang tersebut.

"Kalau pemerintah mengusulkan UU ini, DPR mengusulkan gini kompensasinya, dan DPR harus diberi begitu. Sehingga banyak juga UU itu beradasar political trade off," kata Mahfud saat menghadiri rilis survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) tentang kondisi demokrasi Indonesia di masa Covid-19 secara virtual, Minggu (23/8/2020).

Baca juga: Sebut RUU Cipta Kerja Bermasalah, Komnas HAM: Indonesia Tak Kenal Undang-undang Payung

Menurut Mahfud, saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008 hingga 2013, dirinya banyak membatalkan Undang-Undang hasil political trade off.

Meskipun Undang-Undang dengan political trade off tetap sah secara prosedural, kata Mahfud, hal itu menjadi perilaku koruptif.

"Ini koruptif. Kalau pemetintah ingin pasal ini, tolong saya ingin pasal ini. Begitu sih sah saja secara prosedural, tapi itu kan tidak baik," ujarnya.

Saat ini, lanjut Mahfud, korupsi banyak dibangun melalui demokrasi. Padahal, pemerintahan Indonesia dilaksanakan dengan menganut sistem demokrasi itu sendiri.

Baca juga: Sekjen MUI Ingatkan DPR Bikin Undang-undang Sesuai Pancasila dan UUD 1945

Mahfud mengatakan, pada era kepemimpinan Presiden Soeharto korupsi masif tetapi terjadi di lingkungan pemerintahan saja. Sementara sekarang, korupsi menggurita di mana-mana.

"Secara umum ada yang menilai bahwa meskipun kita milih (sistem pemerintahan) demokrasi, korupsi yang terjadi di indonesia sekarang ini banyak yang dibangun melalui demokrasi. Jadi korupsi itu dibuat secara demokratis melalui keputusan-keputusan di DPR," kata dia.

Diberitakan, hasil survei lembaga penelitian Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menunjukkan, kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia mencapai 67 persen.

Baca juga: Survei SMRC: Kepuasan Publik terhadap Jalannya Demokrasi Turun Tajam Selama Pandemi

Angka tersebut menurun tajam dibandingkan dengan kepuasan masyarakat terhadap kondisi demokrasi sebelum pandemi Covid-19.

Hal ini disampaikan oleh Pendiri SMRC Saiful Mujani, saat merilis survei tentang kondisi demokrasi Indonesia di masa Covid-19, Minggu (23/8/2020).

"Kepuasan terhadap jalannya demokrasi, 67 persen mengatakan sangat puas atau cukup puas, yang mengatakan kurang atau tidak puas sama sekali sekitar 27 persen secara nasional," kata Saiful.

Saiful mengatakan, sebelum pandemi Covid-19 terjadi di Tanah Air, 74 persen masyarakat mengaku puas dengan pelaksanaan demokrasi.

Pada bulan Juni 2020 kemarin, angka itu sempat merosot tajam hingga 59 persen. Meski belum sepenuhnya pulih, namun survei terbaru SMRC menunjukkan kepuasan masyarakat terhadap demokrasi saat ini mulai naik kembali.

"Jadi kita melihat ini indikasi Covid memunculkan rasa tidak puas terhadap demokrasi," ujar Saiful.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com