Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Alasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Mendesak Disahkan

Kompas.com - 21/08/2020, 10:01 WIB
Tsarina Maharani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum sekaligus pendiri Institut Perempuan, Valentina Sagala mengatakan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mendesak untuk segera diselesaikan dan disahkan.

Ia menuturkan, ada tiga alasan yang melatarbelakangi urgensi RUU PKS. Pertama, yaitu alasan filosofis.

Valentina mengatakan, berdasakan UUD 1945 dan Pancasila, negara wajib hadir memberikan perlindungan bagi warga negara yang mengalami kekerasan dan diskriminasi.

"Jelas indonesia dengan UUD 1945 dan Pancasila tidak menginginkan ada penderitaan yang dialami individu yang mengalami kekerasan," ujar Valentina dalam diskusi daring "Let's Talk with Sara", Kamis (20/8/2020), yang dikutip atas seizin Rahayu Saraswati.

"Jadi dalam sila-sila Pancasila dan UUD 1945, menekankan bahwa negara wajib hadir melindungi warga negara termasuk dari kekerasan dan diskriminasi," kata dia.

Baca juga: Strategi Baru dan Perlunya Dukungan Jokowi Terkait Pengesahan RUU PKS

Kedua, yaitu alasan sosiologis. Valentina menjelaskan, berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif yang ada, diperlukan payung hukum untuk melindungi dan mencegah kasus kekerasan seksual.

Menurut data Valentina, tiap dua jam sekali ada tiga perempuan Indonesia mengalami kekerasan seksual. Selain itu, adapula data-data kekerasan seksual yang dirilis Komnas Perempuan.

"Ketika kita bicara ini, ini adalah iceberg phenomenon. Baru gunung es, biasanya hanya 25 persen," ujar Valentina.

"Misal data Komnas Perempuan tahun lalu menyebutkan ada 413.000 mengalami kekerasan dan most of it adalah kekerasan seksual, maka data itu kita yakini only 25 persen gunung es," tuturnya.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kenapa RUU PKS Tak Kunjung Disahkan?

Dia pun menduga ada banyak sekali yg tidak tercatat atau terlapor dengan baik.

"It means kurang lebih 75 persen," kata Valentina.

Ketiga, yaitu alasan yuridis. Dia mengatakan, saat ini ada kekosongan atau ketidaklengkapan hukum terkait perlindungan untuk korban kekerasan seksual.

Baca juga: Kekerasan Seksual Anak Marak Terjadi, RUU PKS Dinilai Mendesak

Delik kekerasan seksual dalam KUHP disebut Valentina sangat terbatas. Begitu pula dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang tidak mengatur spesifik tentang eksploitasi sebagai bentuk jenis kekerasan seksual tersendiri.

"Jelas sekali KUHP hanya mengatur dua hal yaitu perkosaan dan perbuatan cabul. UU Perlindungan Anak itu secara spesifik mengatur perkosaan dan cabul. TPPO mengatur tentang human trafficking, di mana di situ ada proses, cara, dan tujuan. Eksploitasi sendiri di situ disebutkan sebagai tujuan, tidak sebagai satu jenis kekerasan seksual," kata Valentina.

"Jadi ada problem. Kita tahu problem pemaksaan perkawinan sampai saat ini dijawab oleh pasal penculikan dan penganiayaan. Tidak menyentuh inti persoalan," tuturnya.

Baca juga: Urgensi RUU PKS untuk Segera Disahkan DPR...

Berdasarkan ketiga alasan itu, maka RUU PKS mendesak untuk segera disahkan.

Valentina menegaskan RUU PKS telah memenuhi syarat-syarat pembentukan perundang-undangan.

"Ketiga alasan ini sudah cukup untuk mengatakan this is very urgent," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com