Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sebut Pemerintah Tak Dengarkan Ahli dan WHO soal "Rapid Test"

Kompas.com - 21/08/2020, 09:22 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebut, pemerintah tak mendengar pendapat ahli mengenai penggunaan tes cepat atau rapid test.

Pemerintah tetap menggunakan rapid test untuk melakukan deteksi awal Covid-19, meski banyak pihak, termasuk World Health Organization (WHO), tak menyarankan demikian.

"Kenapa demikian (rapid test tetap digunakan)? Karena tidak mendengar pendapat-pendapat ahli atau sains bagaimana pandemi ini dilakukan. Pedoman ada, WHO ada, banyak konsultan-konsultan kesehatan yang di Jakarta yang bisa membantu," kata Pandu saat menghadiri rilis survei Indikator Politik Indonesia secara virtual, Kamis (20/8/2020).

Baca juga: Survei Indikator: 56,9 Persen Responden Nilai Rapid Test Tak Efektif Deteksi Covid-19

Pandu mengatakan, rapid test hanya mendeteksi virus melalui antibodi. Seseorang yang dinyatakan reaktif belum tentu positif Covid-19.

Untuk memastikan seseorang terinfeksi virus corona, orang yang sudah menjalani rapid test harus melakukan tes usap (swab test) atau PCR.

Oleh karenanya, kata Pandu, rapid test sejatinya tak efektif untuk mendeteksi Covid-19.

"Kelihatannya rapid test itu melindungi, padahal membuat masalah menjadi tertunda dan terlambat akibat kesalahan pengambilan keputusan apa yang dilakukan dalam situasi emergency dan terbatas," ujarnya.

Baca juga: Satgas Covid-19 Sebut Rapid Test Masih Diperlukan Meski Tak Akurat

Pandu menyebut, saat ini masyarakat sudah tahu bahwa rapid test tak akurat. Masyarakat juga telah memahami bahwa swab test lebih efektif untuk mendeteksi virus.

Meski PCR lebih mahal dari rapid test, kata Pandu, banyak laboratorium di Indonesia yang sudah memiliki mesin PCR meskipun kapasitasnya kecil.

Menurut Pandu, sebenarnya pemerintah cukup meningkatkan kapasitas mesin tes agar dapat melakukan swab test secara massal dan meninggalkan penggunaan rapid test.

"Tinggal di-upgrade mesin yang lebih besar dan otomatis kita akan bisa mengejar tes swab, jangan lagi menggunakan rapid test," kata Pandu.

Baca juga: Gara-gara Harus Rapid Test Covid-19, Ibu Ini Kehilangan Bayinya karena Telat Ditangani

Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui, rapid test tak selalu akurat dalam mendeteksi virus corona (Covid-19).

Kendati demikian, ia menilai, rapid test masih diperlukan karena keterbatasan alat tes PCR. Rapid test digunakan hanya untuk screening awal di dalam pemeriksaan Covid-19.

"Rapid test ini digunakan hanya untuk screening, bukan untuk diagnostik. Dengan mengetes antibodi saja," kata Wiku dalam konferensi pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Wiku mengatakan bahwa setiap metode pemeriksaan memiliki kekurangan, termasuk alat rapid test.

Ia mengakui, alat rapid test bisa memberikan hasil false negative atau false positive.

Baca juga: Ketuban Saya Sudah Pecah, Darah Sudah Banyak Keluar, tapi Kata Petugas Harus Rapid Test Dulu

 

"Situasi ini terjadi karena antibodi butuh waktu untuk diproduksi setelah gejala muncul dan hasil positif dari rapid test bisa menunjukkan infeksi lain juga," ujar dia.

Meski tak akurat, Wiku menyebut alat ini masih dibutuhkan mengingat keterbatasan kapasitas PCR test saat ini. Pemerintah masih menggunakan alat ini untuk screening awal, terutama untuk tes yang dilakukan secara massal dan acak.

Apabila hasilnya reaktif, maka baru dilanjutkan dengan swab test.

"Rapid masih digunakan karena kita masih menghadapi keterbatasan kapasitas tes untuk PCR swab test. Di tengah situasi yang terbatas ini, kami melihat bahwa metode ini masih layak untuk digunakan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com