JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tengah memeriksa sejumlah pihak terkait kasus napi Rutan Salemba, AU, yang dapat memproduksi ekstasi di kamar VVIP rumah sakit.
"Saat ini tim dari Direktorat Jenderal pemasyarakatan nanti juga ada inspektorat jenderal Kementerian Hukum dan HAM sedang mendalami, sedang melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terkait," kata Kepala Bagian Humas dan Publikasi Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti, Kamis (20/8/2020).
Rika menegaskan, pihaknya tidak mau berspekulasi terkait keterlibatan petugas dalam kasus ini sehingga AU dapat meracik ekstasi kendati kamar perawatannya dijaga sipir 24 jam selama 2 bulan.
Ia mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Baca juga: Napi yang Produksi Ekstasi di Kamar VVIP Rumah Sakit Dipindah ke Nusakambangan
Namun, Rika memastikan sanksi berat akan dijatuhkan bagi setiap pihak yang terbukti terlibat dalam kasus produksi ekstasi tersebut.
"Apabila ditemukan ada pihak-pihak atau orang-orang atau petugas atau siapapun baik itu petugas atau warga binaan yang terlibat, pasti akan ada sanksi tegas," ujar Rika.
Ia menambahkan, perawatan AU di kamar VVIP rumah sakit juga sudah sesuai dengan prosedur yakni dengan rekomendasi dokter dan mempertimbangkan aspek keamanan.
"Warga binaan itu keluar itu pasti ada tahap-tahapnya, yang pasti ada rekomendasi dari dokter di pihak rutan dan proses yang lainya. Terkait dia di (kamar) VVIP, kan yang bersangkutan ini karena dia statusnya warga binaan dia harus disendirikan," kata Rika.
Baca juga: Polisi Bakal Periksa Sipir dan Perawat terkait Napi yang Racik Ekstasi di Rumah Sakit
Adapun Ditjen Pemasyarakatan akan memindahkan AU dari Rutan Salemba ke Lapas Nusakambangan dengan alasan keamanan sekaligus ganjaran atas perbuatannya.
"Dengan pertimbangan keamanan dan tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh AU, maka AU akan dipindahkan hari ini ke Lapas dengan tingkat pengamanan Super Maksimum Security, One Man One Cell di Lapas Karang Anyar, Nusakambangan," kata Rika.
Diberitakan sebelumnya, Satuan Reskrim dari Kepolisian Sektor Sawah Besar menciduk seorang narapidana dari Rutan Salemba berinisial AU (42) dan seorang kurir ekstasi berinisial MW (36) karena diduga memproduksi narkotika, psikotropika, dan obat terlarang (narkoba) di salah satu ruangan pribadi Rumah Sakit (RS) Swasta AR.
"MW merupakan kurir dari tersangka AU. AU merupakan salah satu napi Salemba kasus narkoba atas kepemilikan 15.000 butir ekstasi. Ia dipenjara 15 tahun dan baru dua tahun menjalani masa tahanan," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto di Jakarta, Rabu (19/8/2020), seperti dikutip Antara.
Baca juga: Dijaga Sipir 24 Jam di Kamar Rumah Sakit, Napi Lapas Salemba Tetap Bisa Racik Ekstasi
Awalnya, Reskrim Polsek Sawah Besar terlebih dahulu menangkap MW yang berperan sebagai kurir dan mendapati barang bukti berupa 30 butir ekstasi.
Dalam penelusuran, rupanya bukti mengarah menuju AU yang saat itu diketahui merupakan narapidana narkotika dari Rutan Salemba.
AU menjalani perawatan di ruangan privat Rumah Sakit swasta AR selama dua bulan atas rujukan dari Lapas Salemba.
Alasan AU dirawat di RS swasta AR itu karena sering mengeluhkan nyeri lambung saat berada di dalam Lembaga Permasyarakatan kelas II A itu.
"Tersangka (AU) beralasan sakit di RS AR, tapi ternyata dijadikan pabrik. Berdasarkan info dari masyarakat, kita lakukan penyelidikan dan penggerebekan terhadap AU di ruang VVIP itu," ujar Heru.
Baca juga: Napi Lapas Salemba Jadikan Kamar VVIP Rumah Sakit Pabrik Ekstasi
Di dalam ruang VVIP yang ditempati oleh AU, polisi menemukan alat bukti berupa pil ekstasi, alat cetak ekstasi, pewarna, satu telepon genggam dan perangkat pencetak ekstasi dari serbuk menjadi butiran.
Sementara ini didapatkan fakta bahwa AU mendapatkan bahan baku pembuatan ekstasi dari situs belanja daring Bukalapak dan telah meraup keuntungan sebesar Rp 140 juta selama dua bulan menjalankan kamuflase.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 113 ayat (2) Sub Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal 114 ayat (2) Sub Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
UPDATE:
Bukalapak memberi penjelasan terkait pembelian bahan baku ekstasi oleh seorang napi di situsnya.
Menurut Bukalapak, pihaknya telah bekerja sama dengan BPOM sebagai pihak terkait untuk memantau dan melakukan penindakan jika ada akun yang menjual prodik terlarang dan melanggar hukum.
"Sebagai platform marketplace, merupakan hak dari pelapak untuk meng-upload dan menentukan harga produk serta strategi penjualan masing - masing. Namun hal ini juga harus sesuai dengan syarat dan ketentuan serta mengacu pada peraturan pemerintah dan hukum yang berlaku. Setiap bentuk pelanggaran akan kami tindak lanjuti," demikian pernyataan Bukalapak.
Sebagai situs marketplace yang berorientasi konsumen, Bukalapak memberi kesempatan kepada seluruh pengguna jika ingin melaporkan produk yang dinilai melanggar aturan.
"Kami juga sangat terbuka untuk para pengguna apabila ingin memberikan laporan terkait dengan hak ini dengan cara menggunakan fitur lapor yang ada di marketplace kami, serta dapat pula menghubungi akun BukaBantuan untuk dapat ditindaklanjuti," demikian pernyataan Bukalapak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.