JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemberian bantuan hukum kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menuai banyak kritik dari berbagai pihak.
Pasalnya, Pinangki dinilai telah mencoreng marwah Kejaksaan Agung ketika menerima hadiah atau janji dari terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra alias Joko S Tjandra.
PJI pun angkat bicara mengenai rencana pemberian bantuan tersebut.
Rencana pemberian bantuan hukum itu pertama kali diungkapkan oleh Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setyono. Menurut dia, pendampingan hukum diberikan karena status Pinangki yang masih sebagai seorang jaksa ketika ditetapkan sebagai tersangka.
"Kepada yang bersangkutan tetap diberikan haknya untuk didampingi penasihat hukum yang ditunjuk oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI)," kata Hari seperti dilansir dari Antara, Senin (17/8/2020).
Baca juga: Jaksa Pinangki Dapat Pendampingan Hukum dari Kejaksaan Agung
Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima suap sebesar 500 ribu dollar AS. Dia disangkakan dengan Pasal 5 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, Pinangki lebih dulu diberikan sanksi disiplin berupa pembebasan dari jabatan struktural, karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa.
Hukuman tersebut dijatuhkan berdasarkan Surat Keputusan: KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin (PHD) Tingkat Berat berupa Pembebasan dari Jabatan Struktural.
Dikritik
Rencana pemberian bantuan itu akhirnya dikritik oleh sejumlah pihak, di antaranya dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, rencana pemberian bantuan hukum oleh PJI bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi tersebut.
"Tentu tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki tidak terkait dengan tugas dan profesinya sebagai seorang Jaksa, sebab pertemuan yang bersangkutan dilakukan tidak atas dasar persetujuan dari atasannya dan dilakukan dengan seorang buronan Kejaksaan," kata Kurnia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (18/8/2020).
Baca juga: ICW Kecam Pemberian Bantuan Hukum dari Kejagung bagi Jaksa Pinangki
Pada 2019, Pinangki diduga bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia yang saat itu masih berstatus sebagai buronan Kejagung.
Djoko Tjandra sendiri diketahui baru ditangkap pada akhir Juli lalu oleh Bareskrim Polri, setelah muncul polemik keberadaannya yang mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Tindakan Jaksa Pinangki yang bertemu dengan buronan Kejaksaan seharusnya dimaknai telah mencoren Korps Adhyaksa itu sendiri. Sehingga yang bersangkutan tidak layak mendapatkan bantuan hukum," kata Kurnia.
Pinangki, menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, seharusnya dapat mencari sendiri pengacara yang bisa membelanya, alih-alih mendapatkan bantuan hukum.
"Dari sisi etika kurang pas, karena dia bukan menjalankan tugasnya, tapi melanggar tugasnya. Jadi ya semestinya Kejaksaan atau organisasi kejaksaan, organisasi jaksa tidak memberikan bantuan hukum," kata Boyamin melalui pesan suara kepada Kompas.com, Selasa (18/8/2020).
Baca juga: MAKI Sebut Bantuan Hukum untuk Jaksa Pinangki Kurang Pas Secara Etika
Bantahan PJI
Sementara itu, Kejagung pun meluruskan informasi yang beredar. Menurut Hari, ada kesalahpahaman di dalam konteks bantuan hukum yang akan diberikan kepada Pinangki.
Menurut Hari, bantuan hukum itu bukanlah diberikan oleh Kejaksaan Agung, melainkan PJI. Sebagai anggota PJI, Pinangki diberi hak untuk didampingi pengacara yang ditunjuk organisasi.
Namun, ia menambahkan, pengacara yang ditunjuk bukan dari kejaksaan.
"Sesuai anggaran dasar PJI, maka kepada anggotanya diberikan hak untuk didampingi pengacara atau penasihat hukum yang oleh pengurus PJI ditunjuk pengacara atau PH dari luar kejaksaan, dari organisasi profesi pengacara," kata Hari, Rabu (19/8/2020).
"Bukan dari kejaksaan atau jaksa tidak boleh beracara pidana kecuali jaksa pengacara negara," imbuh dia.
Selain itu, Hari menambahkan, tersangka yang diancam pidana lima tahun atau lebih wajib didampingi pengacara.
Baca juga: Kejagung Anggap Ada Pemahaman yang Keliru soal Bantuan Hukum bagi Jaksa Pinangki
Di sisi lain, PJI menyatakan, tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Pinangki.
Ketua Umum PJI Setia Untung Arimuladi menyatakan, sesuai Pasal 15 ayat (1) huruf d Anggaran Rumah Tangga PJI, setiap anggota PJI berhak mendapatkan pembelaan hukum.
Pembelaan hukum yang merupakan bentuk kewajiban organisasi diberikan kepada anggota untuk menghadapi permasalahan hukum terkait tugas profesi, baik di dalam maupun luar pengadilan.
Namun, ia mengatakan, persoalan hukum yang dihadapi Pinangki tidak terkait dengan tugasnya sebagai jaksa.
“Mengingat perbuatan yang bersangkutan bukan merupakan permasalahan hukum yang terkait dengan tugas profesinya sebagai jaksa, melainkan telah masuk dalam ranah pidana,” ujar Setia yang juga menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung.
Tidak diberikannya bantuan hukum tersebut, kata Untung, agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dengan proses hukum yang sedang berjalan.
Baca juga: PJI Tidak Akan Berikan Pembelaan untuk Jaksa Pinangki
Ia pun mengingatkan agar jaksa lain tidak menyelewengkan wewenang dan jabatan yang dimilikinya saat menjalankan profesinya.
“Saya selaku Ketua Umum PJI mengajak untuk bersama-sama bersatu menjaga integritas, profesional, ikhlas, dalam bekerja, dan berkarya untuk masa depan institusi Kejaksaan yang lebih baik,” ucapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.