Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Klaim Obat Covid-19 Unair, dari Keterbukaan Informasi hingga Dampak Psikologis Masyarakat

Kompas.com - 19/08/2020, 11:54 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum genap sebulan sejak klaim obat Covid-19 Hadi Pranoto mencuat ke publik, klaim serupa kembali muncul di Tanah Air.

Kali ini, klaim tersebut datang dari Universitas Airlangga (Unair), sesaat setelah Rusia memproklamirkan diri telah berhasil menemukan vaksin Covid-19.

Persoalan timbul ketika klaim kandidat obat buatan anak negeri itu tidak menyertakan metode serta data hasil pengujian yang lengkap ke publik, sesuai dengan kaidah ilmiah dan etika riset.

Padahal, keterbukaan informasi atas klaim tersebut merupakan sebuah hal yang penting. Hal itu untuk menguji efektivitas obat serta mengetahui efek samping yang ditimbulkan dari obat tersebut.

"Adanya upaya riset obat atau vaksin berbasis kemampuan nasional tentu harus didukung dan diapresiasi. Namun tanpa mengabaikan kepatuhan terhadap kaidah ilmiah dan etika riset itu sendiri," kata epidemiolog dari Universitas Grifith Australia Dicky Budiman pada Kompas.com, Selasa (18/8/2020).

Baca juga: Soal Klaim Obat Covid-19 Unair, Berikut Dampaknya Menurut Epidemiolog

Munculnya klaim obat asal Unair ini pertama kali disampaikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa.

Menurut dia, kandidat obat yang dikembangkan oleh tim peneliti gabungan Unair, TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) itu tinggal menunggu izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Obat ini tinggal menunggu izin edar dari BPOM," kata Andika seperti dilansir dari Antara, Sabtu (15/8/2020).

Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu menambahkan, uji klinis tahap ketiga atas kandidat obat Covid-19 itu telah dilakukan terhadap pasien Covid-19 yang dirawat tanpa ventilator di rumah sakit.

Namun, Gatot tidak menjelaskan, pasien di rumah sakit mana saja yang telah memperoleh pengobatan itu.

Meski demikian, jika tak ada aral rintangan, Andika berencana bertemu dengan Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, Rabu (19/8/2020) untuk membahas kelanjutan izin edar dan rencana produksi obat tersebut.

"Makanya kami sudah langsung akan berbicara rencana produksi. Siapa membuat apa, yang akan membeli bahan baku bagaimana, kemudian anggaran dari pemerintahnya seperti apa," ujar Andika.

Baca juga: KSAD Sebut Kandidat Obat Covid-19 Temuan Unair dan TNI AD Tunggu Izin Edar BPOM

Ia memperkirakan, pemerintah akan memberikan subsidi pada tahap awal produksi obat. Hal itu mengingat kondisi masyarakat yang sedang terpuruk akibat pandemi.

Standar internasional

Dalam paparannya, Rektor Unair Prof Mohammad Nasih menjelaskan, obat yang diklaim efektif menyembuhkan pasien Covid-19 itu merupakan obat kombinasi.

Dari lima kombinasi obat penawar, sebut dia, hanya tiga yang disarankan karena memiliki potensi penyembuhan terbesar.

Ketiganya yaitu kombinasi Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline, serta Hydroxychloroquine dan Azithromycin.

Di luar negeri, obat itu diberikan satu per satu kepada pasien. Kemudian, obat itu dikombinasikan oleh Unair menjadi satu obat.

Hasilnya, efektivitas obat itu diklaim mencapai 90 persen. Selain itu, dosis yang dihasilkan lebih rendah dibanding apabila obat diberikan secara tunggal.

Baca juga: Konsorsium Riset Covid-19 Tegaskan, Belum Ada Obat Covid-19 di Dunia

"Setelah kami kombinasikan daya penyembuhannya meningkat dengan sangat tajam dan baik. Untuk kombinasi tertentu sampai 98 persen efektivitasnya," klaim Nasih seperti dilansir dari Antara.

Kendati demikian, Dicky mengingatkan, Unair harus mematuhi kaidah penelitian ilmiah dan menyampaikan hasil risetnya melalui jurnal ilmiah.

Menurut peneliti yang telah 17 tahun terakhir ikut dalam pengendalian berbagai pandemi itu, pengabaian sekecil apapun terhadap aspek transparansi hasil riset obat berdampak merugikan dan berbahaya.

"Pengalaman pandemi sebelumnya menunjukkan bahwa pengabaian terhadap kaidah tersebut akan menjadi masalah besar, salah satunya pelajaran mahal dari pandemi avian flu dan swine flu dalam proses riset Tamiflu," kata Dicky.

Dalam riset tersebut, ia menjelaskan, sejak awal proses periset obat tidak transparan atas hasil riset mereka. Tetapi, hasil riset itu tetap dipaksakan menjadi obat dengan beragam faktor.

Baca juga: Obat Covid-19 Unair Diragukan Pakar, Ini Tanggapan Satgas Covid-19

Barulah pada 2013 dan 2014 ditemukan banyak efek samping yang fatal, yaitu kematian pada anak dan juga gangguan mental dan neurologis.

"Itu sebabnya saya sangat mendorong agar hasil uji klinis obat yang diprakarsai Unair itu dapat diangkat ke dunia ilmiah dan juga dicatatkan dalam clinical trial dunia," kata Dicky.

Sementara itu, anggota Komite Nasional Penilai Obat BPOM Dr Anwar Santoso menyatakan, tahap uji klinis atas sebuah obat tidaklah sesederhana yang dipikirkan.

Penyembuhan suatu penyakit memiliki banyak faktor serta terdapat faktor perancu dan uji klinis dilakukan untuk meminimalkan peranan faktor tersebut.

Oleh karena itu, klaim tanpa dukungan pengujian bisa menimbulkan tersebarnya informasi yang kurang tepat di masyarakat.

"Dampaknya apa? Akan terjadi misinformasi pada masyarakat, ini yang berbahaya. Karena uji klinis harus memberikan bukan hanya 'scientific value' tapi juga 'social value'," tegas ahli jantung di RS Jantung Harapan Kita itu.

Baca juga: Pengembangan Obat Covid-19 Unair Dinilai Tak Lazim, Ini Masukan Pakar

Di sisi lain, Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Wiku Adisasmito berharap agar Unair dapat memberikan paparan secara lengkap dan jelas atas penelitian yang telah mereka lakukan.

"Karena transparansi publik sangat diperlukan. Tentu Universitas Airlangga tidak keberatan untuk menjelaskan bagaimana kaji etik berlangsung dan uji klinis yang sedang dijalankan," kata Wiku dalam konferensi pers daring dari Istana Kepresidenan, Selasa (18/8/2020).

Meski meyakini bahwa Unair telah melakukan pengembangan obat sesuai dengan metode yang tepat, Wiku menekankan, uji klinis yang dilakukan oleh sejumlah pihak harus mematuhi kaidah yang sesuai dengan standar internasional.

Setidaknya, ada dua prinsip utama yang harus dipenuhi di dalam uji klinis tersebut, yaitu aman dalam arti memberikan perlindungan yang baik dan efektif dan pengobatan.

Apabila memang obat yang dikembangkan dilakukan dengan prosedur yang benar, bukan tidak mungkin nantinya obat tersebut akan diproduksi massal. Namun, Wiku menegaskan, hingga saat ini masih harus menunggu izin dari BPOM.

Baca juga: Obat Covid-19 Unair, Pakar Nilai Ada Beberapa Hal Tak Lazim, Kok Bisa?

Kenapa banyak klaim obat Covid-19?

Kurang maksimalnya pemerintah di dalam menangani wabah Covid-19 disinyalir menjadi salah satu faktor banyaknya klaim obat akhir-akhir ini.

Ditambah, literasi terkait produk obat-obatan selama pandemi yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat juga masih kurang.

Kondisi itu pun berdampak terhadap psikologis masyarakat. Di satu sisi, pandemi membuat aktivitas perekonomian masyarakat terganggu. Di sisi lain, ada kebutuhan hidup yang harus harus mereka penuhi.

"Akibatnya, banyak masyarakat mencari jalan ke luar sendiri untuk membuat obat dan melakukan pengobatan sendiri," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

Baca juga: YLKI Ingatkan Masyarakat Hati-hati terhadap Klaim Obat Covid-19

Hingga Selasa (18/8/2020) tercatat, akumulasi kasus Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 143.043 orang, sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.

Dalam sepekan terakhir, penambahan kasus baru pun selalu di atas angka 1.600-an orang per hari.

Meski tak dapat dipungkiri bahwa jumlah kasus sembuh juga mengalami peningkatan. Bahkan, rata-rata angka penyembuhannya mencapai 1.700-an orang per hari dalam sepekan terakhir.

Namun yang perlu jadi catatan, jumlah zona oranye atau zona dengan penyebaran kasus Covid-19 sedang juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini diakibatkan oleh perubahan status wilayah dari zona kuning atau risiko rendah menjadi zona oranye.

Walaupun pada saat yang sama, terjadi penurunan jumlah wilayah yang masuk ke dalam zona merah.

"Perlu diperhatikan, daerah-daerah dengan risiko tinggi ada 18 kabupaten/kota yang berpindah pada pekan terakhir menjadi risiko sedang, jadi ini perbaikan. Tapi di saat yang bersamaan ada daerah risiko rendah yang naik ke risiko sedang sebanyak 49 kabupaten/kota," kata Wiku seperti dilansir dari Antara.

Baca juga: Satgas Covid-19: 49 Daerah Naik Status Jadi Zona Oranye dalam Sebulan Terakhir

Peningkatan jumlah zona oranye ini, menurut dia, harus diwaspadai.

"Risiko tinggi zona merah menurun itu baik, tapi kalau daerah tidak terdampak ini juga (jumlahnya) menurun itu jadi tanda yang kurang baik dan terutama untuk daerah oranye perlu jadi perhatian bersama karena terus meningkat," imbuh Wiku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com