JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui, rapid test tak selalu akurat dalam mendeteksi virus corona (Covid-19).
Kendati demikian, ia menilai, rapid test masih diperlukan karena keterbatasan alat PCR test.
Rapid test digunakan hanya untuk screening awal di dalam pemeriksaan Covid-19.
"Rapid test ini digunakan hanya untuk screening, bukan untuk diagnostik. Dengan mengetes antibodi saja," kata Wiku dalam konferensi pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Baca juga: Kontak dengan Guru SMP Positif Corona, Perempuan Ini Rapid Test-nya Nonreaktif, Swab-nya Positif
Wiku mengatakan bahwa setiap metode pemeriksaan memiliki kekurangan, termasuk alat rapid test.
Ia mengakui, alat rapid test ini bisa memberikan hasil false negative atau false positive.
"Situasi ini terjadi karena antibodi butuh waktu untuk diproduksi setelah gejala muncul dan hasil positif dari rapid test bisa menunjukkan infeksi lain juga," ujar dia.
Meski tak akurat, Wiku menyebut alat ini masih dibutuhkan mengingat keterbatasan kapasitas PCR test saat ini.
Pemerintah masih menggunakan alat ini untuk screening awal, terutama untuk tes yang dilakukan secara massal dan acak. Apabila hasilnya reaktif, maka baru dilanjutkan dengan swab test.
Baca juga: Wali Kota Serang: Kalau Gurunya Takut Rapid Test, Gimana Muridnya?
"Rapid masih digunakan karena kita masih menghadapi keterbatasan kapasitas test untuk PCR swab test. Di tengah situasi yang terbatas ini, kami melihat bahwa metode ini masih proper untuk digunakan," kata dia.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan