Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol Rawan Dana Gelap, Negara Didorong Tingkatkan Pendanaan

Kompas.com - 18/08/2020, 20:14 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) menilai, negara perlu meningkatkan bantuan pendanaan untuk partai politik yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Sebab, selama ini sumber pendanaan partai dinilai tidak imbang karena hanya didominasi oleh elite partai.

Padahal, pendanaan dari negara dinilai dapat mendorong partai lebih demokratis.

"Sangat minim kontribusi negara dan juga iuran anggota, lebih besar itu dari elite parpol," kata Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi dalam sebuah diskusi yang digelar virtual, Selasa (18/8/2020).

Baca juga: PKPI Tak Persoalkan Dana Parpol, Ada atau Tak Ada Optimistis Tetap Eksis

"Maka, pendanaan oleh negara itu menjadi salah satu alternatif untuk kemudian menguatkan parpol supaya partai dianggap lebih demokratis," lanjut dia.

Veri mengatakan, pada Pemilu 2009, setiap partai politik mendapatkan subsidi Rp 108 untuk satu suara yang didapat di pemilu DPR RI.

Dengan rumus tersebut, sejumlah partai besar semisal PDI Perjuangan, Golkar, hingga Demokrat mendapat bantuan keuangan sekitar Rp 2,5 miliar dari APBN setiap tahunnya.

Pada awal 2018, angka Rp 108 naik hampir 10 kali lipat menjadi Rp 1.000.

Baca juga: Dana Parpol Naik Dua Kali Lipat guna Ciptakan Legislator Berintegritas

Dengan demikian, bantuan keuangan partai dihitung dengan cara mengalikan setiap suara sah partai di pemilu DPR RI dengan Rp 1.000.

Meski besaran dana bantuan telah dinaikkan, hal ini dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan partai. Sebab, banyak partai yang mekanisme iuran anggotanya tidak bisa berjalan baik.

Akibatnya, partai hanya didanai oleh segelintir elite tertentu.

"Kebutuhan partai kita bisa lihat pasti jauh lebih besar dari itu," ujar Veri.

Baca juga: Ketum PKPI: Kalau Dana Parpol Harus Terbuka, Kami Siap...

Meski begitu, menurut Veri, pendanaan partai oleh negara juga tak boleh terlampau besar.

Idealnya, keuangan partai baik yang bersumber dari negara, elite partai maupun iuran anggota harus mendapat porsi seimbang.

"Kalau kemudian dominasi pendanaan negara itu sangat tinggi terhadap parpol, ini juga bisa menjadi salah satu problem ke depannya kalau kemudian negara terlalu dominan kepada parpol," kata Veri.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator bidang Konstitusi dan Ekonomi Kode Inisiatif Rahmah Mutiara mengatakan, rendahnya dana APBN yang dialokasikan untuk partai politik menyebabkan partai harus mencari sumber pendanaan lain guna menutupi kebutuhan mereka.

Akibatnya, banyak sumbangan tidak sah yang masuk ke partai dan tak dilaporkan sebagai keuangan partai.

Baca juga: Kemendagri Setuju, Dana Parpol di Jakarta Akan Cair Rp 27,2 M

Padahal, sumbangan-sumbangan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan partai.

Lebih lanjut, transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik tak dapat terwujud.

"Maka dari itu penting untuk melakukan peningkatan bantuan alokasi keuangan parpol melalui APBN dan juga APBD," ujar Rahmah.

"Dengan tujuan transparansi dan akuntabilitas parpol serta menutup kebergantungan parpol pada dana gelap atau sumber pendanaan yang tidak sah," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com