JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog independen Iqbal Elyazer menegaskan, keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam rencana kegiatan belajar secara tatap muka langsung di tengah pandemi Covid-19 membahayakan nyawa siswa.
Menurut Iqbal, nyawa seorang siswa sama nilainya dengan nyawa Presiden sekalipun.
"Satu nilai nyawa Presiden, satu nyawa menteri pun itu sama nilainya dengan satu nyawa anak mana pun di negeri ini," tegas Iqbal dalam konferensi pers virtual, Senin (17/8/2020).
Adapun, Kemendikbud tengah berencana untuk menyelenggarakan kegiatan belajar tatap muka secara langsung.
Kebijakan tersebut diperuntukan bagi daerah yang masuk zona kuning dan hijau dari penyebaran Covid-19.
Baca juga: 3 Sekolah Gelar Belajar Tatap Muka, Siswa Harus Kantongi Izin Orangtua
Iqbal menyatakan, sejak Mei, pemerintah telah diingatkan tidak menggunakan istilah zonasi untuk wilayah yang tidak terdampak Covid-19.
Dengan merujuk zonasi, kata Iqbal, pemerintah otomatis hanya mengandalkan jumlah kasus dan pemeriksaan.
Di satu sisi, pemerintah juga tidak berani menampilkan jumlah pemeriksaan per kabupaten dan kota.
Padahal, dengan skema tersebut, masyarakat dapat menilai seberapa serius pemerintah menanggulangi pandemi.
Baca juga: Epidemiolog UGM: Sekolah Tatap Muka Berisiko Timbulkan Klaster Covid-19
Iqbal menegaskan, bahwa penggunaan zonasi tidak akan menjadi kredibel jika sepanjang indikatornya tidak dikeluarkan secara transparan.
"Kita rindu kebijakan yang berbasis prinsip ilmiah dan data," ungkap Iqbal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar mengaku khawatir jika masyarakat tengah dijebak melalui kebijakan yang berbasis komoditas.
Mengingat, selama ini orang berkompeten secara ilmu terapan tak diakomodir pemerintah.
Karena faktor itu, pihaknya mempertanyakan latar belakang pemerintah dalam mengambil kebijakan kegiatan belajar tatap muka.
Baca juga: Sekolah Jenjang SMA/SMK di Jatim Dibuka Besok, Kecuali Surabaya dan Sidoarjo
"Saya enggak tahu para pengambil kebijakan mengambil sumber rujukan seperti apa," katanya.
"Untuk itu, kita bukan hanya tolak SKB saja, harusnya kita diungkap jejak pikir untuk ambil keputusan kebijakan administrasi ini, apa?" ungkap Haris.
Sebelumnya, Kemendikbud bersama Satuan Tugas Nasional Covid-19 serta sejumlah kementerian terkait mengumumkan sekolah di zona hijau dan kuning kini boleh melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud Ainun Naim kembali menegaskan pembukaan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning harus melalui protokol kesehatan yang ketat.
Baca juga: Bupati Karawang Masih Pertimbangkan KBM Tatap Muka di Sekolah
Ainun juga menyampaikan bahwa Kemendikbud meminta pemerintah daerah untuk mengawasi bagaimana perjalanan siswa dari rumah ke sekolah, termasuk proses pembelajaran di kelas dan jumlah siswa di kelas.
"Kemendikbud, Kemendagri, Kemenag, dan Kemenkes serta Satuan Tugas Penanganan Penyebaran Covid-19 akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Jika ada indikasi tidak aman atau zonanya berubah warna maka sekolah tersebut wajib ditutup,” tegas Ainun dalam konferensi media, Senin (10/8/2020).
Pembukaan kembali satuan pendidikan untuk pelaksanaan tatap muka, kata dia, harus dilakukan secara bertahap.
Untuk satuan pendidikan umum dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) dan SMK, tatap muka dilaksanakan dengan jumlah peserta didik sebanyak 30-50 persen dari kapasitas kelas.
Sementara itu, untuk sekolah luar biasa (SLB) dan pendidikan anak usia dini (PAUD)/taman kanak-kanak (TK), jumlah maksimal di dalam satu kelas sebanyak lima peserta didik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.