JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) muncul klaim-klaim sepihak terkait Pancasila.
Menurut Fahri, hal tersebut menjadi salah satu pemicu awal mengapa masalah terkait ideologi negara ini muncul.
Salah satunya dengan munculnya inisiasi DPR tentang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Dalam acara "Aiman Spesial Kemerdekaan" di Kompas TV, Senin (17/8/2020) malam, semula Fahri menceritakan bahwa di era Presiden BJ Habibie hanya ada satu produksi UU untuk menyelesaikan transisi dalam kehidupan demokrasi negara ini.
Baca juga: HUT ke-75 RI, Hamzah Haz Ajak Masyarakat Implementasikan Nilai-nilai Pancasila
Kemudian, pada zaman Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri, kata dia, amandemen konstitusi pun dilakukan tanpa mulai menyentuh teks-teks inti.
"Untuk itu, dikatakan tidak akan ada perdebatan dalam Pembukaan UUD 1945 sehingga relatif pembahasan amandemen empat kali tidak ada masalah. Pembukaan UUD tidak akan diubah oleh Tap MPR, dibahas hanya batang tubuh UUD," ujar dia.
"Di zaman Megawati, selesai empat kali amandemen konstitusi, pembukaan tetap. Masuk ke era SBY, sama sekali tidak menyentuh pasal-pasal teks yang merupakan wilayah sensitif. Kalau mau dibicarakan, harus di MPR," tutur Fahri.
Baca juga: Dapat Bintang Tanda Jasa dari Jokowi, Fahri Hamzah: Saya Akan Terus Mengkritik
Di masa itu, kata dia, bahkan ada sosialisasi masif terhadap empat pilar kebangsaan yang diinisiasi oleh Ketua MPR saat itu, Taufik Kiemas, tetapi tak ada penentangan di dalamnya.
Namun, ketika era SBY berakhir dan masuk ke era Jokowi, kata dia, muncul orang-orang yang merasa bahwa ideologi dan konstitusi Pancasila ingin diganggu lagi.
"Paling tidak, di awal di antara pemicunya adalah ada semacam klaim sepihak bahwa Pancasila itu seolah-olah oleh satu kelompok telah diremehkan atau mau ditinggalkan, lalu ada pihak yang mengatakan bahwa 'kami yang paling komitmen dengan Pancasila'. Ini problem-nya di awal," tutur Fahri.
Baca juga: Kepala BP2MI Ancam Pecat Pegawainya jika Khianati Pancasila
Terkait kontroversi RUU HIP yang saat ini ramai diperbincangkan, kata dia, hal tersebut dinilainya merupakan ekor dari persoalan ideologi itu.
Oleh karena itu, menurut Fahri Hamzah, yang harus dilakukan DPR/MPR saat ini adalah melakukan sosialisasi terlebih dahulu pilar-pilar yang sebelumnya sudah digaungkan MPR di masa Taufik Kiemas menjabat.
Apalagi, kata dia, saat ini Ketua DPR, yakni Puan Maharani merupakan putri dari almarhum Taufik Kiemas dan Ketua MPR-nya adalah Bambang Soesatyo yang semasa itu tak memiliki perbedaan komitmen terkait empat pilar tersebut.
"Menurut saya, fungsikan saja dulu lembaga DPR/MPR menyosialiasasikan ini (empat pilar), prosedur, mekanismenya dimantapkan dalam lembaga-lembaga itu. Setelah itu kita akan memutuskan selanjutnya seperti apa tapi setelah memahami," ucap dia.
Baca juga: Disinggung Jokowi soal Perbedaan Sikap Politik, Fahri Hamzah Tertawa
Diketahui, dalam Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Haluan Ideologi Pancasila, 22 April 2020, RUU HIP merupakan usulan DPR RI dan ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas 2020.
Usulan RUU tersebut dilatarbelakangi oleh belum adanya landasan hukum yang mengatur Haluan Ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain dianggap tak memiliki urgensi, banyak pihak menilai RUU HIP berpotensi menimbulkan konflik ideologi.
Antara lain yang menjadi polemik adalah munculnya konsep Trisila dan Ekasila serta tak ada TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 tentang larangan ajaran komunisme/marxisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.