Mereka secara bersama-sama melalukan berbagai cara agar bisa mengorupsi dana pembangunan. Akibatnya, pembangunan tidak memberi hasil yang maksimal bagi kesejahteraan rakyat.
Pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok orang yang serakah. Akibatnya, kesenjangan sosial semakin tinggi.
Semakin gencar pembangunan dalam bidang ekonomi, semakin kuat ikatan antara pengusaha dan politisi yang serakah.
Berbagai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terhadap para pejabat dan pengusaha, juga belum mampu mengurangi apalagi mencegah tindak korupsi.
Keserakahan telah menguatkan nyali para pejabat dan elite politik untuk melakukan tindak korupsi. Mereka tidak takut dengan tembok penjara karena fasilitas di penjara bisa dibeli.
Berbagai kasus jual beli fasilitas di penjara sudah banyak terjadi. Bagi mereka yang punya uang, dipenjara hanyalah kos sementara, bukan suatu yang ditakuti.
Dari awal para pendiri negara telah sadar bahwa keserahakan bisa menghancurkan keadilan sosial. Oleh karena itu, mereka mengutuk keserakahan.
Hal ini secara jelas diungkapkan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada alinea pertama dengan tegas dinyatakan bahwa penjajahan harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikamanusiaan dan perikeadilan.
Sikap penjajah yang sewenang-wenang tidak sesuai dengan perikemanuiaan. Sikap penjajah yang serakah jelas bertentangan dengan perikeadilan.
Selama ada kesewenangan-wenangan pasti ada pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Dan selama ada keserakahan pasti ada ketidakadilan.
Sikap serakah juga menandakan bahwa kita belum mengamalkan Pancasila. Keserakahan merupakan bentuk pengingkaran terhadap sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan menghambat terwujudnya sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sikap serakah juga tidak sesuai dengan sila pertama, karena tidak ada agama yang mengajarkan keserakahan.
Sayangnya, nilai-nilai Pancasila belum menjiwai semua elit politik maupun warga negara Indonesia.
Maraknya perilaku korup dan kesenjangan sosial yang melebar membuktikan bahwa nilai-nilai Pancasila masih belum diikuti dan diamalkan oleh bangsa Indonesia, khususnya para elit politik dan penyelenggara negara.
Berkaitan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-75 Kemerdekaan RI ini, kita perlu melakukan refleksi diri, sebagaimana yang disampaikan oleh Yudi Latif, apakah kita lebih banyak mengikuti nilai-nilai Pancasila atau justru sebaliknya kita lebih banyak mengkianati Pancasila.
Jika kita mengikuti, akan mendatangkan harmoni, tetapi jika kita mengkhianati, akan membuahkan kekacauan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.